BeritaInvestor.id – Pada pertemuan KTT ASEAN ke-43 di Jakarta, Presiden Indonesia Joko Widodo dan Wakil Presiden AS Kamala Harris membahas potensi Perjanjian Perdagangan Bebas Mineral Khusus (CMS-FTA) antara kedua negara. Perjanjian ini diharapkan dapat memberikan akses yang lebih besar bagi AS terhadap sumber daya nikel Indonesia, yang sangat penting untuk produksi baterai kendaraan listrik (EV). Selain itu, Indonesia berpotensi memperoleh manfaat dari insentif pajak berdasarkan Undang-Undang Pengurangan Inflasi AS tahun 2022.
Namun, perjanjian ini juga menuai perhatian dan kekhawatiran dari sejumlah senator AS. Mereka menyoroti isu-isu penting terkait perlindungan tenaga kerja, dampak lingkungan, serta dominasi Tiongkok dalam sektor pertambangan di Indonesia.
Industri Nikel Indonesia: Peluang dan Tantangan
Indonesia adalah salah satu pemain utama dalam pasar nikel global, dengan cadangan yang melimpah dan kemampuan produksi yang kuat, terutama di wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Nikel dari Indonesia menjadi komponen vital dalam produksi baja tahan karat dan baterai EV. Indonesia bahkan menyumbang lebih dari 20% produksi nikel global. Dalam upaya meningkatkan nilai tambah dan mendorong pemrosesan domestik, pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan “nasionalisme sumber daya” dengan melarang ekspor bijih nikel mentah.
Namun, dominasi investasi Tiongkok di sektor ini memunculkan berbagai tantangan. Kekhawatiran mengenai dampak lingkungan dan kondisi tenaga kerja di area pertambangan menjadi sorotan, terutama dengan meningkatnya investasi Tiongkok dalam pembangunan smelter dan fasilitas pemrosesan.
Dampak Keterlibatan Tiongkok
Tiongkok telah menjadi pemain dominan dalam industri nikel Indonesia melalui investasi besar-besaran di sektor pemrosesan. Meskipun investasi ini berkontribusi pada peningkatan produksi nikel Indonesia di pasar global, dampak negatifnya juga dirasakan oleh masyarakat lokal. Di kawasan seperti Kawasan Industri Morowali Indonesia (IMIP) di Sulawesi Tengah, ada laporan tentang kerusakan lingkungan, kondisi kerja yang tidak aman, serta ketegangan sosial antara pekerja lokal dan Tiongkok. Hal ini menggarisbawahi tantangan besar yang dihadapi oleh Indonesia dalam mengelola pertumbuhan industri ini sambil menjaga keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan tenaga kerja.
Mencari Solusi untuk Tantangan yang Ada
Pemerintah Indonesia berada dalam posisi yang kompleks: menjaga laju pertumbuhan ekonomi sekaligus memperbaiki standar tenaga kerja dan lingkungan. Dalam menghadapi tantangan ini, kebijakan yang lebih ketat terhadap perusahaan Tiongkok perlu diterapkan, termasuk peningkatan akuntabilitas. Selain itu, diversifikasi investasi dengan menarik mitra dari negara-negara yang memiliki standar lebih tinggi seperti Jepang, Korea Selatan, dan AS, dapat membantu menciptakan industri nikel yang lebih kompetitif dan berkelanjutan, sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap Tiongkok.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor