BeritaInvestor.id – Pasar Wall Street kembali menguat setelah kerugian akibat tarif April lalu, tetapi ketidakpastian kebijakan ekonomi AS terus menggantung. Saham AS melonjak 9 hari berturut-turut—reaksi tertinggi dalam dua dekade—seiring harapan kesepakatan dagang dengan Gedung Putih. Namun, indikator resiko pasar tetap tinggi karena Federal Reserve (The Fed) dihadapkan pada kebijakan sulit.
Fed Dilema Kebijakan Suku Bunga
Federal Reserve berada dalam posisi dilematis setelah spread kredit menyempit dan Bitcoin rebound. Para trader optimis menilai pelonggaran moneter akan datang, tetapi The Fed masih enggan melemahkan suku bunga. Ekpektasi pasar untuk 3 penurunan suku bunga pada 2025 bertolak belakang dengan komentar hawkish ketua Jerome Powell.
Dolar AS Melemah dan Pertanda Kredit
Dollar AS kehilangan koordinasi dengan imbal hasil Treasury, sementara premi risiko obligasi perusahaan justru menyempit meski pengajuan kebangkrutan naik 5 tahun terendah. Indeks Volatilitas Cboe tetap tinggi, menunjukkan ketidakpercayaan pasar pada prediksi ekonomi.
Peringatan Para Ahli
Pemodal seperti Deutsche Bank Henry Allen memperingatkan repetisi kesalahan 2022: meremehkan kebijakan The Fed. Anacapa Advisors Phil Pecsok menambahkan, ketidakpastian tarif dan pajak membuat ‘narasi fundamental’ sulit dibangun. “Kami berada di wilayah abu-abu,” ujarnya.
Sejarah yang Mengulang?
Lawrence Creatura dari PRSPCTV Capital menyebut ketidakstabilan dolar mirip era Undang-Undang Smoot-Hawley 1930, yang memperburuk Depresi Besar. “Kami perlahan mundur ke masa di mana dolar AS tidak lagi alat pembayaran terpercaya,” katanya.
Disclaimer: Keputusan pembelian / penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.