BeritaInvestor.id – Harga emas mengalami pergerakan yang sangat volatile pada pekan lalu setelah pengumuman kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed). Prediksi volatilitas ini akan berlanjut pada pekan ini karena banyak data penting yang akan dirilis.
Pada akhir pekan lalu, harga emas di pasar spot ditutup pada posisi US$ 1.959,20 per troy ons, menguat tajam sebesar 0,73%. Namun, pada hari Kamis sebelumnya, harga emas mengalami pelemahan sebesar 1,38%. Secara keseluruhan, emas melemah 1,75% pada pekan lalu, menandakan dua pekan beruntun terjadi pelemahan.
Meskipun demikian, harga emas masih menunjukkan arah positif dengan menguat tipis pada awal pekan ini. Pada perdagangan Senin (31/7/2023) pukul 05:53 WIB, harga emas berada di posisi US$ 1.960,23 per troy ons, menguat tipis sebesar 0,05%.
[tv-chart symbol=”XAUUSD” width=”420″ height=”240″ language=”en” interval=”D” timezone=”Asia/Bangkok” theme=”White” style=”2″ toolbar_bg=”#f1f3f6″ enable_publishing=”” hide_top_toolbar=”” withdateranges=”” hide_side_toolbar=”” allow_symbol_change=”” save_image=”” details=”” hotlist=”” calendar=”” stocktwits=”” headlines=”” hideideas=”” hideideasbutton=”” referral_id=””]
Pada pekan ini, rilis data ketenagakerjaan AS akan menjadi faktor utama yang mempengaruhi volatilitas harga emas. Pengumuman data JOLTs Job Opening pada Selasa akan mengukur jumlah lowongan pekerjaan yang terbuka pada periode akhir Juni 2023. Kemudian, pada Jumat, AS juga akan mengumumkan data pengangguran untuk Juli. Data JOLTs dan pengangguran ini menjadi pertimbangan penting bagi The Fed dalam menentukan kebijakan moneter ke depan.
Tenaga kerja AS yang masih kuat bisa menyulitkan The Fed untuk melonggarkan kebijakan, dan hal ini berpotensi menekan harga emas. Sebaliknya, jika tenaga kerja AS mengalami penurunan, bisa memberikan ruang bagi The Fed untuk melonggarkan kebijakan dan memicu kenaikan harga emas.
Selain data pengangguran, pekan ini juga akan ada data penting mengenai aktivitas manufaktur dari China dan AS. Aktivitas manufaktur China menjadi sorotan karena terus melemah. Jika PMI China membaik, ada harapan bahwa konsumsi emas di China akan meningkat, karena China merupakan konsumen terbesar emas baik dari konsumen pribadi maupun industri.
Sebaliknya, aktivitas manufaktur AS diharapkan melandai. Jika PMI Manufaktur AS meningkat pesat, ini menjadi sinyal bahwa ekonomi AS masih berjalan dengan kuat dan inflasi sulit untuk turun. The Fed pun bisa menghadapi kesulitan dalam melonggarkan kebijakan.
Menurut analis Marex, Edward Meir, The Fed tidak akan terlalu khawatir jika data ekonomi AS menguat selama inflasi terus melemah. Hal ini dapat menyebabkan emas menjadi pilihan investasi yang dicari kembali.
Disclamer : keputusan pembelian /penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor