BeritaInvestor.id – SpaceX, perusahaan milik Elon Musk, telah meluncurkan layanan internet revolusioner bernama Direct to Cell. Teknologi ini memungkinkan pengguna ponsel untuk mengakses jaringan internet satelit Starlink secara langsung, tanpa memerlukan menara Base Transceiver Station (BTS) di darat.
Meskipun menawarkan banyak manfaat, seperti konektivitas tanpa BTS, jangkauan luas, dan dukungan dalam situasi darurat, Direct to Cell juga menimbulkan perdebatan di Indonesia.
Apa itu Direct to Cell Starlink?
Direct to Cell adalah teknologi inovatif yang memungkinkan ponsel terhubung langsung ke satelit Starlink untuk berbagai aktivitas, seperti:
- Mengirim pesan teks
- Menelepon
- Browsing internet
- Menghubungkan perangkat Internet of Things (IoT)
Satelit Starlink dilengkapi dengan modem eNodeB yang berfungsi sebagai BTS di luar angkasa, menggantikan kebutuhan akan menara di darat. Uji coba pertama layanan ini dilakukan pada 8 Januari 2024, dan berhasil mengirim dan menerima pesan teks melalui spektrum jaringan T-Mobile yang terhubung dengan satelit Starlink. Tahun ini, layanan Direct to Cell baru mendukung pesan teks, tetapi pada tahun 2025, Starlink berencana memperluas layanannya untuk mencakup suara, data, dan konektivitas IoT.
Keunggulan Direct to Cell Starlink:
- Tanpa BTS: Direct to Cell tidak memerlukan menara BTS di darat, sehingga mengurangi kebutuhan lahan dan potensi konflik dengan masyarakat yang sering menolak pembangunan menara di sekitar mereka.
- Jangkauan Lebih Luas: Teknologi ini memungkinkan jangkauan sinyal yang luas karena menggunakan satelit. Hal ini memudahkan akses internet di daerah terpencil, pegunungan, dan perairan yang sulit dijangkau oleh infrastruktur tradisional.
- Dukungan dalam Situasi Darurat: Jaringan luas Direct to Cell sangat berguna dalam situasi darurat, seperti bencana alam atau kecelakaan di daerah terpencil, memudahkan komunikasi dan koordinasi bantuan.
Masa Depan Provider Telekomunikasi Lokal:
Meski menawarkan berbagai keunggulan, kehadiran Direct to Cell Starlink menimbulkan kekhawatiran di kalangan penyedia layanan telekomunikasi lokal. Marwan O Baasir, Sekjen Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), menekankan pentingnya regulasi pemerintah dalam mengatur layanan ini. Penyedia telekomunikasi lokal telah menginvestasikan triliunan rupiah untuk membangun infrastruktur internet, dan kehadiran Starlink dapat mengancam keberlangsungan bisnis mereka.
“Empat perusahaan seluler telah menginvestasikan ratusan triliun untuk menyediakan layanan. Kehadiran Direct to Cell bisa merugikan mereka,” kata Marwan di XL Axiata Tower.
Selain itu, Marwan mengkhawatirkan dampak negatif terhadap jutaan tenaga kerja yang tergantung pada industri telekomunikasi lokal. “Banyak orang bekerja di sektor ini, mulai dari operator hingga rantai pasokan. Jika Starlink masuk tanpa regulasi yang jelas, bisa mengancam keberlangsungan industri ini dalam 1-2 tahun,” tambahnya.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor