BeritaInvestor.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa anggaran belanja negara untuk 2025 akan tetap sesuai dengan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Efisiensi anggaran yang diterapkan saat ini bertujuan untuk memfokuskan kembali program-program pemerintah. Hal ini berarti bahwa dampak perubahan alokasi anggaran kementerian dan lembaga (K/L) pada pertumbuhan ekonomi akan bergantung pada realokasi anggaran yang dilakukan.
Realokasi Anggaran dan Dampaknya
Apabila anggaran efisiensi yang mencapai Rp306,69 triliun dialokasikan untuk program yang memberikan efek pengganda (multiplier effect), maka dampaknya pada perekonomian akan lebih positif. Sri Mulyani memastikan bahwa total anggaran belanja negara akan tetap sebesar Rp3.621,3 triliun untuk APBN 2025. “Ini adalah refocussing, dan dampak agregat tergantung dari masing-masing,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers pada Jumat (14/2/2025).
Pengawasan Realokasi dan Efisiensi
Sri Mulyani juga menyatakan bahwa dia akan terus memantau langkah-langkah realokasi anggaran, terutama dalam hal kecepatan belanja. Dia menekankan pentingnya menjaga semangat efisiensi dalam birokrasi.
Dampak Pemangkasan Anggaran untuk Daerah
Ekonom Bhima Yudhistira menilai bahwa pemangkasan anggaran daerah dapat merugikan semangat desentralisasi fiskal di era otonomi daerah. Penurunan anggaran ini dapat berdampak pada kualitas layanan publik, menurunkan jumlah lapangan kerja, dan memperlambat pembangunan infrastruktur. “Kapasitas fiskal di daerah bervariasi, dan pemangkasan dana transfer daerah dapat membuat kondisi ekonomi daerah semakin parah,” ungkap Bhima kepada Bloomberg Technoz, Rabu (12/2/2025).
Kontinuitas Belanja Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi
Pemerintah daerah yang terkait dengan program dan belanja pemerintah akan mengalami dampak negatif, yang bisa menyebabkan lesunya operasional bisnis, terutama bagi UMKM. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kontribusi konsumsi pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) selama 2020-2024 berada di kisaran 7% hingga 9%. Di 2020, kontribusi belanja pemerintah terhadap PDB mencapai 9,66%, yang kemudian berkurang di tahun berikutnya. Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa puncak belanja pemerintah terjadi pada saat penanganan pandemi Covid-19.
Realisasi belanja negara juga menunjukkan kenaikan yang konsisten dari Rp2.589,9 triliun pada 2020, meningkat menjadi Rp3.350,3 triliun pada 2024.
Disclaimer: Keputusan pembelian / penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.