BeritaInvestor.id – Pasar saham Indonesia memiliki aturan unik yang membatasi pergerakan harga saham dalam satu hari, yaitu Auto Reject Atas (ARA) dan Auto Reject Bawah (ARB). Sementara di negara seperti Amerika Serikat, harga saham bisa bergerak bebas tanpa batasan, di Indonesia kenaikan dan penurunan harga saham dibatasi dalam persentase tertentu.
Banyak investor ritel merasa bahwa pembatasan ini justru menghalangi kebebasan pasar dan mengurangi potensi keuntungan. Sebaliknya, Bursa Efek Indonesia (BEI) beralasan bahwa batasan ini diterapkan untuk menjaga stabilitas pasar dan mencegah volatilitas ekstrem.
Jadi, apakah ARA & ARB benar-benar melindungi investor atau justru membatasi kebebasan mereka?
📌 Auto Reject Atas (ARA) → Batas maksimal kenaikan harga saham dalam satu hari perdagangan. Jika harga saham mencapai batas ini, order beli tidak bisa dieksekusi lebih tinggi lagi.
📌 Auto Reject Bawah (ARB) → Batas maksimal penurunan harga saham dalam satu hari perdagangan. Jika harga saham mencapai batas ini, order jual tidak bisa dilakukan lebih rendah lagi.
Sejak 2020, Bursa Efek Indonesia (BEI) menetapkan batasan ARA dan ARB sebagai berikut:
- Saham di bawah Rp200 → ARA & ARB 35%
- Saham Rp200 – Rp5.000 → ARA & ARB 25%
- Saham di atas Rp5.000 → ARA & ARB 20%
Namun, pada masa pandemi COVID-19, ARB sempat dikurangi hingga 7% untuk menghindari panic selling. Baru pada 2023, ARB kembali dibuat simetris dengan ARA.
📌 Pasar Saham Amerika: Bebas Tanpa Batasan ARA & ARB
- Di Amerika Serikat, tidak ada batasan maksimal kenaikan atau penurunan saham dalam satu hari.
- Harga saham bisa naik atau turun lebih dari 50% dalam sehari, tergantung pada permintaan dan penawaran.
- Regulasi lebih menekankan pada transparansi dan mekanisme Circuit Breaker untuk menghindari kepanikan.
📌 Mekanisme Circuit Breaker di AS
- Jika indeks S&P 500 turun 7%, perdagangan dihentikan sementara selama 15 menit.
- Jika turun 13%, perdagangan kembali dihentikan.
- Jika turun 20% dalam satu hari, perdagangan dihentikan hingga hari berikutnya.
- Dengan mekanisme ini, pasar tetap bebas tetapi juga memiliki perlindungan dari anjloknya harga saham yang ekstrem.
📌 Mengapa AS Tidak Memiliki ARA & ARB?
- Likuiditas pasar AS jauh lebih besar dibandingkan Indonesia, sehingga lebih stabil.
- Mayoritas perdagangan dilakukan oleh investor institusi yang cenderung rasional.
- Otoritas pasar modal seperti SEC dan FINRA memiliki pengawasan ketat untuk mencegah manipulasi pasar.
📌 Apa Kekurangan Pasar AS Tanpa ARA & ARB?
- Volatilitas yang lebih tinggi, menyebabkan saham bisa turun drastis dalam hitungan jam.
- Investor ritel yang kurang berpengalaman lebih rentan mengalami kerugian besar jika tidak memiliki strategi yang baik.
📌 Mencegah Kepanikan & Crash Pasar
- BEI berusaha menghindari volatilitas ekstrem yang bisa menyebabkan kepanikan di pasar.
- Jika ARB tidak ada, saham bisa anjlok lebih dari 50% dalam sehari, memicu aksi jual besar-besaran.
- Contoh di AS: Saat Flash Crash 2010, Dow Jones sempat anjlok lebih dari 1.000 poin dalam beberapa menit.
📌 Menghindari Manipulasi Harga oleh Bandar
- Tanpa batasan, harga saham bisa dimainkan oleh bandar hingga naik atau turun secara tidak wajar.
- ARA dan ARB membuat pergerakan harga lebih bertahap, menghindari lonjakan atau kejatuhan harga secara mendadak.
📌 Perlindungan bagi Investor Ritel
- Banyak investor ritel tidak memiliki akses informasi secepat investor institusi.
- Dengan ARB, mereka masih punya waktu untuk berpikir sebelum saham turun terlalu dalam.
📌 Menjaga Stabilitas Sistem Perdagangan
- Sistem perdagangan di Indonesia belum secanggih bursa AS yang bisa menangani fluktuasi harga ekstrem.
- Dengan adanya batasan, likuiditas tetap terjaga dan sistem tidak overload akibat pergerakan harga besar.
✅ Menghapus ARA & ARB untuk Saham Likuid
- Saham big caps seperti BBRI, BBCA, TLKM, ASII seharusnya tidak perlu ARA & ARB karena likuiditasnya tinggi.
- Regulasi ini bisa tetap diterapkan untuk saham berkapitalisasi kecil yang lebih rawan manipulasi.
✅ Membatasi ARB Berturut-turut
- Jika saham terkena ARB lebih dari 3 hari berturut-turut, BEI bisa menghentikan perdagangan sementara untuk evaluasi.
- Ini mencegah investor terjebak dalam saham yang turun tanpa henti.
✅ Mengganti ARA & ARB dengan Circuit Breaker
- Bursa bisa meniru sistem AS di mana perdagangan dihentikan sementara jika harga turun atau naik terlalu cepat.
- Ini akan memberi waktu bagi investor untuk mengambil keputusan yang lebih rasional.
✅ Memperketat Regulasi Manipulasi Pasar
- Jika BEI ingin menghindari volatilitas ekstrem, lebih baik memperkuat pengawasan terhadap insider trading dan saham gorengan.
- Dengan regulasi yang lebih ketat, ARA dan ARB tidak perlu terlalu membatasi pergerakan pasar.
📌 ARA & ARB dibuat untuk menjaga stabilitas pasar, tetapi juga membatasi kebebasan investor dalam mengambil keputusan. 📌 Sementara di AS, mekanisme Circuit Breaker lebih fleksibel dibanding ARA & ARB, tetapi juga memiliki risiko volatilitas tinggi. 📌 Jika Indonesia ingin lebih kompetitif, regulasi harus lebih fleksibel dengan tetap menjaga keseimbangan antara stabilitas dan kebebasan pasar.
Jika Indonesia ingin pasar sahamnya lebih menarik bagi investor ritel, maka regulasi harus lebih fleksibel dan lebih adil. Apakah menurut Anda ARA & ARB sebaiknya dihapus atau tetap dipertahankan? 🚀
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor