BeritaInvestor.id – Pada awal pekan ini, saham-saham di Asia diperkirakan akan mengalami kenaikan, didorong oleh sentimen positif dari data pekerjaan Amerika Serikat yang menunjukkan tanda-tanda kekuatan ekonomi. Kenaikan tersebut meningkatkan optimisme bahwa ekonomi AS mungkin akan mengalami soft landing, yang dapat mengurangi kekhawatiran terhadap potensi resesi global.
Kenaikan di Pasar Berjangka
Indeks saham berjangka di Australia dan Jepang memperlihatkan kenaikan yang signifikan, meskipun pasar Hong Kong mengalami sedikit penurunan. Di Amerika Serikat, kontrak berjangka juga sedikit menguat pada Senin pagi (07/10/2024), setelah S&P 500 mencatatkan kenaikan sebesar 0,9% pada hari Jumat sebelumnya. Penguatan Dolar AS tetap stabil setelah mencatat minggu terbaiknya dalam dua tahun terakhir, didorong oleh lonjakan imbal hasil Treasury akibat spekulasi terkait kebijakan suku bunga oleh The Fed.
Data ekonomi Amerika Serikat menunjukkan penambahan 254.000 pekerjaan pada bulan September, menjadi peningkatan terbesar dalam enam bulan terakhir. Hal ini juga disertai dengan penurunan tingkat pengangguran yang tak terduga, serta penguatan di beberapa sektor lain, seperti sektor jasa dan pekerjaan sektor swasta.
Dampak Positif bagi Pasar Asia
Menurut Kyle Rodda, analis senior di Capital.com, penguatan ekonomi AS akan memberikan dampak positif yang lebih besar bagi Asia dibandingkan kawasan lainnya. “Ekonomi AS yang kuat dan stimulus baru dari China menciptakan peluang bagi investor untuk mengalihkan modalnya ke Asia,” ujarnya. Rodda juga menambahkan bahwa sektor-sektor siklikal yang mendominasi pasar Asia cenderung mendapatkan keuntungan lebih besar dalam situasi ekonomi yang sedang pulih.
Namun, mata uang Asia mungkin akan menghadapi tekanan akibat penguatan Dolar AS, yang naik sebesar 0,4%. Won Korea tercatat turun lebih dari 1% setelah rilis data pekerjaan AS, sementara mata uang negara berkembang seperti Rupiah, Peso Filipina, dan Baht Thailand juga diprediksi melemah ketika pasar kembali dibuka.
Ekspektasi Terhadap Kebijakan Suku Bunga dan Data Inflasi
Meski ekspektasi terkait penurunan suku bunga oleh The Fed telah bergeser, langkah-langkah kebijakan moneter yang lebih lanjut masih diperlukan. Win Thin, kepala strategi pasar global di Brown Brothers Harriman, menyebutkan bahwa data inflasi utama AS yang akan dirilis pekan ini akan memperkuat posisi Dolar AS, yang berpotensi memberikan tekanan lebih besar terhadap mata uang negara berkembang.
Selain itu, investor juga akan mencermati pembukaan kembali pasar China pada Selasa (08/10/2024) setelah liburan panjang Golden Week. Stimulus ekonomi dari pemerintah China, yang dipimpin oleh Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC), diharapkan dapat mendorong permintaan dan konsumsi domestik. Saham-saham Hong Kong telah mencapai level tertinggi sejak Maret 2022 berkat kebijakan stimulus tersebut.
Perkembangan Lain di Asia dan Global
Di Selandia Baru, obligasi mengalami penurunan yang lebih ringan dibandingkan Treasury AS, di tengah ekspektasi bahwa bank sentral Selandia Baru akan menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada Rabu (09/10/2024). Sementara itu, pasar obligasi Australia ditutup karena liburan di Sydney.
Harga minyak global mengalami sedikit penurunan pada awal perdagangan Senin, karena kekhawatiran atas potensi serangan balasan Israel terhadap Iran setelah serangan rudal pekan lalu. Presiden AS Joe Biden telah melarang serangan terhadap ladang minyak Iran, yang menambah ketidakpastian di pasar energi.
Di Eropa, Jerman diperkirakan akan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonominya. Sementara itu, sejumlah negara berkembang dijadwalkan merilis data inflasi, dan risalah pertemuan The Fed pada bulan September serta laporan CPI AS untuk bulan September akan menjadi sorotan utama pasar menjelang musim laporan keuangan perusahaan.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor