BeritaInvestor.id – Rupiah kian terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan mencapai level terendah dalam lima bulan terakhir di Rp 15.900 per dolar AS. Pelemahan ini dipicu oleh beberapa faktor, termasuk:
- Tingginya permintaan dolar AS untuk impor bahan bakar minyak (BBM).
- Aliran modal asing (hot money) yang keluar dari pasar keuangan Indonesia.
- Peningkatan permintaan dolar domestik di musim pembagian dividen.
Berdasarkan data Bank Indonesia, pada pekan lalu (25-27 Maret 2024), terjadi net outflow modal asing senilai Rp 1,36 triliun dari pasar keuangan domestik. Rinciannya adalah:
- Pasar saham: Rp 1,59 triliun
- Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI): Rp 740 miliar
Sementara itu, di pasar Surat Berharga Negara (SBN) masih terjadi net inflow modal asing senilai Rp 970 miliar.
Secara year-to-date (YTD) hingga 27 Maret 2024, non-residen mencatatkan:
- Net sell Rp 33,31 triliun di pasar SBN
- Net buy Rp 28,90 triliun di pasar saham
- Net buy Rp 20,05 triliun di SRBI
Artinya, sepanjang tahun berjalan, masih terjadi net outflow modal asing di pasar saham.
Bank Indonesia (BI) merespon situasi ini dengan:
- Memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait.
- Mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
- Mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Analisis:
- Rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan paling signifikan di Asia pada hari ini (1/4/2024), dengan penurunan 0,38% per pukul 09.47 WIB.
- Mata uang Asia lainnya seperti baht Thailand dan peso Filipina justru mengalami penguatan terhadap dolar AS.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor