BeritaInvestor.id – Pasca pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang secara tak terduga kembali menaikkan suku bunga, mata uang rupiah merespons dengan cepat dengan menguat, meskipun masih bertengger di level Rp15.800/US$.
Menurut data Refinitiv, pada perdagangan Kamis (19/10/2023), rupiah ditutup di angka Rp15.810/US$, mengalami pelemahan sebesar 0,54% jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan pada Rabu (18/10/2023), yang juga terdepresiasi sebesar 0,10%. Dengan demikian, rupiah telah melemah selama dua hari berturut-turut.
Namun, sepanjang perdagangan kemarin, rupiah sempat mengalami pelemahan paling parah, mencapai level Rp15.853/US$. Namun, setelah pengumuman kebijakan BI, rupiah menunjukkan sinyal pembalikan arah dengan menguat hingga mencapai Rp15.820/US$, bahkan sempat kembali ke level psikologis Rp15.800/US$.
Pada pengumuman yang dilakukan pada Kamis (19/10/2023) sekitar pukul 14.00 WIB, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya untuk periode Oktober 2023. Saat ini, BI-7 days reverse repo rate (BI7DRRR) berada di level 6%, sementara suku bunga Deposit Facility naik menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,75%.
Keputusan ini mengejutkan pasar, yang sebelumnya memperkirakan bahwa bank sentral Indonesia akan tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,75%. Alasan di balik kenaikan suku bunga ini adalah untuk memperkuat stabilitas rupiah, yang telah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Perry Warjiyo, Gubernur BI, menjelaskan bahwa kenaikan ini bertujuan untuk memitigasi dampak inflasi barang impor, mengingat situasi global yang sangat tidak pasti. Faktor utama yang mempengaruhi kebijakan ini adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi global, ketegangan geopolitik, suku bunga AS yang diperkirakan akan tinggi, dan penguatan dolar AS.
Perry Warjiyo juga mengungkapkan kebijakan “jamu pahit” dan “jamu manis” untuk menjaga stabilitas rupiah, inflasi, dan ekonomi domestik. Kenaikan suku bunga merupakan bagian dari jamu pahit untuk menjaga inflasi tetap rendah, sementara kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dan langkah-langkah lainnya merupakan bagian dari jamu manis untuk mendukung sektor-sektor prioritas dan mendorong kredit.
Meskipun rupiah telah mengalami pelemahan, pasar mata uang masih memiliki potensi untuk menguat dalam jangka pendek. Analisis teknikal menunjukkan bahwa rupiah saat ini berada di level Rp15.800/US$, dan terdapat potensi penguatan menuju resistance terdekat di Rp15.900/US$. Namun, posisi support juga perlu diperhatikan, terutama pada rata-rata selama 20 jam (MA20) di angka Rp15.785/US$, yang dapat menjadi titik pembalikan arah untuk penguatan rupiah. Seiring dengan fluktuasi harga, diharapkan akan ada pembalikan arah yang mendukung penguatan rupiah dalam jangka pendek.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor