BeritaInvestor.id – Rupiah, mata uang Indonesia, terlihat mulai menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) meskipun terdapat sentimen negatif di dalam negeri serta tekanan eksternal yang meningkat. Data Refinitiv mencatat bahwa pada perdagangan kemarin, rupiah ditutup pada level Rp 15.310, mengalami penguatan tipis sebesar 0,07% dibandingkan dengan perdagangan sehari sebelumnya.
Penguatan rupiah ini terjadi seiring dengan perlambatan pergerakan dolar AS meskipun pasar keuangan masih menghadapi ketidakpastian. Indeks dolar AS pada hari ini berada di posisi 103,1, lebih rendah dibandingkan dengan posisi 103,57 pada pekan lalu.
Pergerakan indeks dolar AS sebelumnya sempat menguat secara signifikan dan mencapai level tertinggi dalam dua bulan hingga mencapai angka 103,57 pada Kamis pekan lalu. Penguatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed Fund rate/FFR) pada bulan September mendatang.
Namun, dolar AS mengalami pelemahan pada Selasa kemarin karena investor memilih untuk “wait and see” sebelum pidato dari Chairman The Fed, Jerome Powell, di akhir pekan ini. Saat ini, perhatian pelaku pasar kemungkinan akan berpindah dari seberapa besar potensi kenaikan suku bunga menjadi seberapa lama The Fed akan tetap berada dalam era suku bunga tinggi.
Pasar juga sedang menanti hasil dari Simposium Ekonomi Jackson Hole yang diadakan oleh The Fed selama tiga hari di Wyoming setiap tahunnya sejak 1981. Ketua The Fed, Jerome Powell, dijadwalkan akan memberikan pidato mengenai prospek ekonomi pada Jumat pekan ini di acara tersebut. Pidato ini akan memberikan pandangan baru tentang apakah akan diperlukan pengetatan kebijakan untuk menurunkan inflasi dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang kuat, atau apakah The Fed akan mempertahankan suku bunga saat ini.
Tidak hanya itu, pelaku pasar juga menantikan pengumuman mengenai suku bunga dari Bank Indonesia (BI). Rapat Dewan Gubernur BI dijadwalkan pada Kamis pekan ini, di mana hasil pertemuannya termasuk keputusan mengenai suku bunga acuan akan diumumkan. Ekspektasi pasar mengindikasikan bahwa BI akan mempertahankan suku bunga untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Namun, terdapat berita kurang menggembirakan dari dalam negeri terkait data transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Transaksi berjalan mengalami defisit (current account deficit/CAD) setelah tujuh bulan mengalami surplus. Defisit CAD pada kuartal II-2023 mencapai US$ 1,9 miliar atau setara dengan 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sementara itu, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) juga mencatat defisit sebesar US$ 7,4 miliar pada kuartal II 2023. Meskipun demikian, cadangan devisa Indonesia tetap tinggi pada akhir Juni, yaitu sebesar US$ 137,5 miliar atau setara dengan pembiayaan impor selama 6,0 bulan.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, menjelaskan bahwa defisit ini terjadi akibat penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global, sementara ekonomi domestik masih dalam proses perbaikan.
Dari segi teknikal, rupiah terlihat bergerak dalam tren sideways dalam basis waktu per jam. Namun, terdapat kecenderungan menguat yang mendekati level support dari garis rata-rata selama 50 jam dan 100 jam (Moving Average/MA 50 dan MA100) di posisi Rp15.305/US$.
Jika level support tersebut tertembus, peluang rupiah untuk meninggalkan level Rp15.300/US$ akan semakin terbuka.
Perlu dicatat bahwa kemungkinan adanya pembalikan arah naik atau pelemahan menuju level resistance terdekat di posisi Rp15.335/US$ juga harus diantisipasi berdasarkan horizontal line yang diambil dari high candle pada 21 Agustus 2023.
Disclamer : keputusan pembelian /penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor