BeritaInvestor.id – Presiden Direktur Bank Central Asia (BBCA) Jahja Setiaatmadja menjelaskan bahwa tren pelemahan nilai tukar rupiah, yang sempat tembus ke Rp16.350 per dolar AS, tidak disebabkan oleh konflik di Timur Tengah yang memanas. Menurutnya, pelemahan rupiah terjadi karena beberapa faktor musiman dan penarikan modal dari investor asing.
Faktor Musiman
Jahja menjelaskan bahwa salah satu faktor utama pelemahan rupiah adalah meningkatnya kebutuhan sektor riil menjelang Hari Raya Idul Fitri 2024. Para pengusaha bersiap membeli bahan baku untuk kebutuhan produksi, sehingga meningkatkan permintaan impor dan menekan nilai rupiah.
Penarikan Modal Asing
Faktor lain yang berkontribusi adalah aksi penarikan modal dari investor luar negeri dari pasar modal Indonesia. Investor asing menarik modal mereka dari saham dan obligasi, sehingga mengurangi pasokan dolar AS di pasar dan melemahkan rupiah.
Musim Dividen
Jahja juga menyebutkan bahwa musim pembagian dividen di kuartal I-2024 turut berkontribusi pada pelemahan rupiah. Dividen yang dibagikan kepada investor asing, yang merupakan pemilik perusahaan di Indonesia, dibayarkan dalam dolar AS dan kemudian ditransfer ke luar negeri, sehingga meningkatkan permintaan dolar AS dan menekan rupiah.
Supply and Demand
Jahja menyimpulkan bahwa pelemahan rupiah disebabkan oleh faktor “supply and demand”. Peningkatan kebutuhan dolar AS untuk impor dan penarikan modal asing, serta berkurangnya pasokan dolar AS dari dividen, menekan nilai rupiah.
Intervensi BI
Jahja membenarkan bahwa Bank Indonesia (BI) belum melakukan intervensi terhadap pelemahan rupiah. Menurutnya, intervensi saat ini tidak tepat karena kebutuhan riil yang meningkat. Intervensi diibaratkan “membuang garam ke laut” karena tidak akan efektif dalam situasi ini.
Harapan Stabilisasi Rupiah
Jahja berharap ketika kebutuhan dolar AS sudah menurun, BI dapat menstabilisasi kembali kurs dolar agar bisa kembali di bawah Rp16.000.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor