BeritaInvestor.id – Rupiah semakin dekat menembus level psikologis Rp17.000 per dolar AS, mengirimkan alarm ke pasar global. Analisis dari bank-bank internasional seperti MUFG dan Barclays Plc memperkirakan mata uang Indonesia bisa melemah hingga Rp17.200/US$ sepanjang tahun ini. Ketidakstabilan tersebut mendorong Bank Indonesia (BI) menyiapkan intervensi agresif guna menjaga nilai tukar agar tidak terlalu jatuh.
Risiko Rupiah Menembus 17.000/US$
Menurut MUFG, rupiah berpotensi menyentuh Rp17.100/US$ dalam beberapa bulan ke depan, sementara Barclays Plc memperkirakan level terendahnya bisa mencapai Rp17.200 pada kuartal pertama 2025. Pelemahan ini terjadi meski indeks dolar AS anjlok 9,4% year-to-date (YTD). Di tengah keadaan, rupiah tetap menjadi mata uang Asia termasuk paling lemah, dengan pelemahan hampir 5% YTD.
Pencatatan Rekor Net Sell Asing
Pemodal asing terus menjual aset di Indonesia sejak pasar buka pasca-Lebaran. Data menunjukkan mereka telah melakukan net sell saham senilai US$3,03 miliar YTD—setara Rp51,1 triliun—selama 11 hari berturut-turut. Di pasar obligasi negara (SBN), aliran jual asing terus berlanjut selama enam sesi trading, memangkas kepemilikan hingga Rp7,2 triliun.
Cadangan Devisa Dijaga untuk Stabilitas
Untuk meredam gejolak, BI mengandalkan cadangan devisa rekor sebesar US$157,08 miliar. Otoritas moneter juga disebut memanfaatkan alat seperti nondeliverable forward (NDF) untuk menahan volatilitas. “BI tidak akan biarkan rupiah melewati batas 17.000,” kata Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede.
Surplus Dagang Beri Harapan
Perkembangan positif terlihat dari surplus neraca dagang yang melonjak hingga US$4,33 miliar di Maret, melebihi ekspektasi pasar. Hal ini mengangkat harapan stabilitas rupiah pada kuartal kedua 2025 dengan proyeksi kisaran Rp16.500-Rp16.900/US$, menurut analis Mega Capital Sekuritas.
Disclaimer: Keputusan pembelian / penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.