BeritaInvestor.id – Aksi penguatan modal yang dilakukan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue berakhir jauh dari target, mirip seperti yang dialami oleh PT Adhi Karya Tbk (ADHI) sebelumnya. Partisipasi pemegang saham publik yang rendah menyebabkan WIKA gagal meraih dana maksimum yang diharapkan.
Rincian Rights Issue WIKA
Dalam rights issue yang berlangsung pada periode Maret 2024, WIKA membidik dana maksimum sebesar Rp 9,2 triliun. Dana tersebut terdiri dari Rp 3,2 triliun dari publik dan Rp 6 triliun dari penyertaan modal negara (PMN). Namun, partisipasi publik hanya mencapai Rp 87,9 miliar, atau sekitar 2,7% dari target Rp 3,2 triliun.
Perbandingan dengan ADHI
Kasus serupa terjadi pada Adhi Karya (ADHI) pada akhir 2022. Saat itu, ADHI menargetkan total dana sebesar Rp 3,87 triliun, terdiri dari Rp 1,9 triliun PMN dan Rp 1,8 triliun dari publik. Namun, partisipasi publik hanya mencapai 36% atau setara Rp 690 miliar dari target Rp 1,8 triliun.
Tanggapan Manajemen
Direktur Keuangan WIKA, Adityo Kusumo, mengapresiasi partisipasi pemegang saham publik yang masih menaruh kepercayaan kepada perseroan. “Kami bersyukur ada kepercayaan dari pemegang saham publik terkait prospek kinerja WIKA di masa mendatang,” ujarnya dalam konferensi pers baru-baru ini.
Adityo optimistis bahwa tahun 2024 akan menjadi tahun yang lebih baik bagi WIKA dibandingkan tahun sebelumnya, didukung oleh persetujuan restrukturisasi dari para kreditur yang dicapai pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Oktober 2023, serta dukungan PMN yang cair pada tahun ini. “Atas dasar itu, kami yakin performa WIKA pada tahun ini akan lebih baik,” tambahnya.
Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito, juga optimistis tentang masa depan perusahaan. Agung mengatakan bahwa selain menjalankan stream penyehatan dan transformasi, WIKA juga membenahi harga pokok produksi (HPP) melalui efisiensi dan derivasi di lapangan. “Dengan cara ini, kami berharap HPP WIKA akan lebih efisien, sehingga berdampak pada penguatan laba kotor WIKA,” tuturnya.
Perolehan Kontrak Baru
Hingga tiga bulan pertama 2024, WIKA membukukan nilai kontrak baru sebesar Rp 5,68 triliun, atau mewakili 19% dari target kontrak baru yang diincar perseroan pada tahun ini sebesar Rp 30 triliun. Perolehan kontrak baru tersebut dikontribusikan oleh berbagai proyek baik di induk maupun anak perusahaan, salah satunya Wika Beton.
“Di pekerjaan infrastruktur, kami mengerjakan proyek Refused Derived Fuel (RDF) di Jakarta sebesar Rp 1,5 triliun. Selain itu, ada beberapa proyek di IKN,” tutup Agung.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor