BeritaInvestor.id – Pada sesi perdagangan I Jumat (1/9/2023), harga saham GIAA, perusahaan maskapai BUMN PT Garuda Indonesia Tbk, mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan ini terjadi setelah muncul kabar bahwa rencana merger hanya melibatkan Citilink dan Pelita Air. Pukul 09:14 WIB, saham GIAA terpantau melemah sebesar 6,67% ke harga Rp 84/saham. Bahkan, penurunan mencapai 10% terjadi pada awal pembukaan sesi perdagangan tersebut.
Sejauh ini, terdapat sebanyak 1.741 transaksi saham GIAA dengan volume mencapai 120,85 juta lembar saham, dan nilai transaksi sekitar Rp 10,03 miliar. Kapitalisasi pasarnya saat ini mencapai Rp 7,68 triliun. Pada pukul 09:14 WIB, dalam order beli dengan harga Rp 81/saham (batas bawah sesi I), terdapat antrian pembelian sebanyak 272.993 lot, senilai sekitar Rp 2,2 miliar.
Sementara itu, dalam order jual dengan harga Rp 92/saham, terdapat antrian pembelian sebanyak 316.774 lot, senilai sekitar Rp 2,9 miliar.
Penurunan harga saham GIAA ini dipicu oleh kabar terbaru mengenai rencana merger, di mana hanya Citilink dan Pelita Air yang akan bergabung. Sebelumnya, Menteri BUMN RI, Erick Thohir, mengungkapkan skema penggabungan tiga maskapai penerbangan nasional, yaitu Garuda-Citilink-Pelita Air.
Namun, Erick mengumumkan bahwa merger tersebut hanya akan melibatkan Citilink dan Pelita Air, sementara Garuda Indonesia akan tetap berdiri sebagai maskapai premium yang mandiri.
Erick menjelaskan bahwa merger Citilink dan Pelita Air diperkirakan dapat menurunkan harga tiket pesawat. Ini akan terjadi karena peningkatan jumlah armada penerbangan milik BUMN. Dengan pertambahannya, persaingan dengan maskapai swasta diharapkan akan membawa dampak positif berupa penurunan harga tiket.
Namun, Erick menegaskan bahwa efek penurunan harga tiket tidak akan terjadi secara instan, tetapi memerlukan waktu. Hal ini disebabkan oleh dominasi swasta dalam menentukan harga tiket pesawat sebesar 65%, sementara porsi BUMN hanya 35%.
Erick mengindikasikan bahwa Indonesia memiliki sekitar 550 pesawat, sedangkan jumlah ideal adalah 750 pesawat. Oleh karena itu, penambahan sekitar 200 pesawat diperlukan. Dari total tersebut, hanya 140 pesawat yang dioperasikan oleh BUMN sejak pandemi COVID-19, yaitu 20 pesawat Pelita Air, 60 pesawat Garuda Indonesia, dan 50 pesawat Citilink.
Setelah merger, Erick menargetkan total pesawat yang dapat dioperasikan oleh ketiga maskapai mencapai 170 pesawat pada tahun 2026.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor