BeritaInvestor.id – Bursa Efek Indonesia (BEI) telah lama tertarik untuk mengajak PT Freeport Indonesia melepas sahamnya di pasar modal Indonesia atau melakukan pencatatan saham perdana (Initial Public Offering/IPO). Namun hingga saat ini, rencana tersebut belum terealisasi.
I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), menyatakan bahwa pihaknya terus mendorong dan mengajak perusahaan-perusahaan yang layak untuk melakukan IPO dan menjadi emiten di bursa efek.
“Kami bekerja sama dengan Mandiri Sekuritas untuk mengeksplorasi potensi perusahaan-perusahaan yang layak melakukan IPO di seluruh Indonesia, termasuk Freeport,” ujarnya saat ditemui di gedung BEI Jakarta, Jumat (7/7).
Sebagai informasi, divestasi saham PT Freeport Indonesia di Bursa Efek Indonesia melalui mekanisme IPO dinilai tidak tepat dan kurang hati-hati karena mekanisme tersebut tidak dianjurkan oleh UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara.
Ferdy Hasiman, Peneliti Alpha Research Database, menyatakan bahwa jika Freeport melepas sahamnya melalui IPO, maka hanya investor dengan dana besar yang akan mendapatkan keuntungan.
“Pelaku pasar modal hanya 0,6% dari penduduk Indonesia. Selain itu, banyak investor di pasar modal adalah investor asing. Ketika terjadi krisis di Indonesia, terjadi aliran modal keluar yang besar,” kata Ferdy dalam keterangannya kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Ferdy menjelaskan bahwa jika dilakukan melalui IPO, saham Freeport akan menjadi rebutan pengusaha lokal yang memiliki banyak uang dan menjadi incaran para politisi. Dia mencontohkan pengalaman pelepasan saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) sebagai argumen untuk hal tersebut.
“Pada IPO saham Garuda, mantan bendahara Partai Demokrat, M. Nazarudin, membeli 400 juta saham atau Rp 300 miliar yang dilakukan melalui lima perusahaannya sendiri. IPO saham GIAA hanya satu dari banyak penawaran saham yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan BUMN,” ungkap penulis buku “Freeport: Bisnis Orang Kuat Vs Kedaulatan Negara” ini.
Ferdy juga menyinggung kasus korupsi dalam penawaran saham, seperti IPO perusahaan baja milik negara PT Krakatau Steel Tbk.
Meskipun demikian, menurut Ferdy, IPO saham adalah langkah yang baik untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia dalam mengontrol kinerja Freeport. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Namun, persoalannya adalah bahwa masyarakat yang berharap mendapatkan jatah saham Freeport Indonesia mungkin akan kecewa karena tidak mendapat bagian.
BEI terus mendorong perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di sektor sumber daya alam (SDA), termasuk pertambangan, batu bara, dan migas, untuk mencatatkan sahamnya di bursa saham domestik. Bahkan BEI telah menyuarakan keinginan untuk mendorong Freeport dan Wilmar International agar bisa menjadi perusahaan tercatat di Indonesia, sehingga diharapkan dapat meningkatkan nilai kapitalisasi pasar.
Saat ini, Freeport tercatat sebagai perusahaan publik di bursa saham Amerika Serikat, sedangkan Wilmar International tercatat di bursa saham Singapura, meskipun keduanya mengolah sumber daya alam di Indonesia.
“Ini bisa menjadi dorongan ke depan untuk mereka mencatatkan saham di sini dengan melalui sosialisasi. Mengingat mereka adalah perusahaan yang beroperasi di Indonesia, seharusnya mereka juga tercatat di Indonesia,” kata Inarno Djajadi, Direktur Utama BEI.
Disclamer : keputusan pembelian /penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor