BeritaInvestor.id – Analis pasar mata uang, Lukman Leong, menilai bahwa penguatan rupiah pada pembukaan perdagangan Selasa (27/6) hanya akan bersifat sementara. Menurut Lukman, penguatan rupiah terjadi akibat koreksi pada nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) dan penurunan imbal hasil obligasi AS. Rupiah dan mata uang Asia secara umum telah mengalami penurunan yang cukup signifikan dan memiliki potensi untuk rebound. Namun, kekhawatiran terkait pelemahan ekonomi dan prospek suku bunga bank sentral secara keseluruhan masih tetap menjadi faktor penekan bagi mata uang emerging. Hal ini disampaikan dalam laporan yang dilansir oleh Antara pada Selasa.
Lukman menyatakan bahwa para investor tengah menantikan beberapa data ekonomi AS dan pidato Ketua Dewan Gubernur Bank Sentral AS, Jerome Powell, untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut. “Malam ini, data penjualan durable goods AS diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar 1%. Hal ini diharapkan dapat meredakan kekhawatiran terkait prospek suku bunga Federal Reserve (Fed),” ungkap Lukman.
Menurut Lukman, Powell diperkirakan masih akan memberikan pidato yang berkecenderungan hawkish pada minggu ini, khususnya pada Rabu (28/6) dan Kamis (29/6). Oleh karena itu, diperkirakan nilai tukar rupiah masih akan berkisar sekitar Rp 15 ribu per dolar AS.
[tv-chart symbol=”USDIDR” width=”420″ height=”240″ language=”en” interval=”D” timezone=”Asia/Bangkok” theme=”White” style=”1″ toolbar_bg=”#f1f3f6″ enable_publishing=”” hide_top_toolbar=”” withdateranges=”” hide_side_toolbar=”” allow_symbol_change=”” save_image=”” details=”” hotlist=”” calendar=”” stocktwits=”” headlines=”” hideideas=”” hideideasbutton=”” referral_id=””]
Pada pembukaan perdagangan Selasa pagi, rupiah menguat 26 poin atau 0,18% menjadi Rp 14.995 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.021 per dolar AS.
Sebelumnya, rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan Senin (26/6) akibat sentimen risk off yang dipicu oleh kekhawatiran perlambatan ekonomi serta tindakan agresif bank sentral di berbagai negara.
Lukman menjelaskan, “Perkembangan terakhir adalah keputusan The Fed yang menyinyalirkan akan melakukan kenaikan suku bunga dua kali, kejutan kenaikan suku bunga dua kali dari Reserve Bank of Australia (RBA), dan kejutan kenaikan suku bunga yang lebih besar dari Bank of England (BoE) minggu lalu.” Bank sentral di berbagai negara masih berupaya melawan inflasi yang masih jauh dari selesai, dan hal ini menjadi faktor penekan terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Lukman juga menyoroti perkembangan di Rusia setelah pemberontakan kelompok tentara bayaran Wagner. “Ketidakpastian ini memicu permintaan terhadap dolar AS sebagai safe haven dan mata uang emerging dihindari,” ungkap Lukman.