BeritaInvestor.id – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus mengutamakan kebijakan hilirisasi nikel guna meningkatkan nilai tambah produk tambang di Indonesia dan pemasukan negara yang lebih besar. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nikel dan produk olahannya pada 2022 mencapai US$5,97 miliar dengan volume 777.411,8 ton, meningkat hingga 369,37% dibandingkan tahun sebelumnya.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menargetkan ekspor produk turunan nikel di Indonesia mencapai US$35-38 miliar pada tahun 2023, naik dari US$33,8 miliar tahun sebelumnya. Selain itu, konsumsi bijih nikel di dalam negeri juga diprediksi akan terus meningkat, mencapai 400 juta ton pada 2025.
Namun, kebijakan hilirisasi nikel ini tidak sepenuhnya mendapat dukungan. Dana Moneter Internasional (IMF) menyarankan agar Pemerintah Indonesia mempertimbangkan penghapusan bertahap larangan ekspor nikel dan mengkaji ulang kebijakan hilirisasi. IMF berpendapat bahwa kebijakan tersebut merugikan Indonesia dan hanya menguntungkan Tiongkok sebagai pengguna utama nikel.
Beberapa produsen nikel yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT PAM Mineral Tbk (NICL), PT Vale Indonesia Tbk (INCO),PT Central Omega Resources Tbk (DKFT), PT Ifishdeco Tbk (IFSH) ,PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI) ,PT Timah Tbk (TINS) dan PT Harum Energy Tbk (HRUM), mendukung kebijakan hilirisasi nikel. Mereka berfokus pada pengembangan ekosistem industri kendaraan listrik dan pengolahan bijih nikel menjadi produk turunan yang lebih bernilai tambah.
Meski terdapat kritik terhadap kebijakan hilirisasi, langkah ini tetap diupayakan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan mendukung pertumbuhan industri nikel di Indonesia.
Disclamer : keputusan pembelian /penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor