BeritaInvestor.id – Dari optimis menjadi Kekhawatiran Investor Global. China, yang sejak lama menjadi harapan bagi pasar saham, kini memicu kekhawatiran di kalangan investor. Pada awal tahun ini, investor menyuntikkan dana ke saham-saham China, didorong oleh spekulasi bahwa penurunan pembatasan Covid-19 akan mendukung pertumbuhan ekonomi negara dengan peringkat terbesar kedua di dunia.
Namun, pertumbuhan yang melambat dan ketegangan politik dengan Amerika Serikat (AS) justru merugikan keuntungan dan menciptakan ketidakpastian. Bagi investor di saham-saham berat di AS, China tiba-tiba terlihat kurang menjanjikan.
Rob Haworth, Direktur Strategi Investasi Senior di US Bank Wealth Management, menyatakan, “Pembukaan kembali saham mengecewakan bagi semua orang.” Menurutnya, permintaan yang terbatas, terutama dalam perjalanan domestik, menjadi faktor utama.
Data Refinitiv Lipper mencatat penarikan dana sebesar US$1,6 miliar (Rp25,01 triliun) dari reksa dana dan ETF yang berfokus pada China pada 2023. Aset bersih kumpulan tersebut turun sepertiga dari puncaknya pada 2021, terdampak oleh aliran modal keluar dan performa yang lesu.
Perlambatan ekonomi China tercermin dalam penurunan pasar perumahan dan gagal bayar oleh pengembang besar. Data terbaru menunjukkan kontraksi aktivitas di sektor manufaktur pada bulan Oktober, memicu pertanyaan tentang prioritas konsumen antara membayar utang dan berbelanja, yang bisa memperpanjang pelemahan ekonomi.
Perusahaan-perusahaan AS dengan bisnis signifikan di Tiongkok juga menghadapi tantangan. Indeks Nasdaq Golden Dragon China, yang melacak 79 perusahaan konsumen termasuk Alibaba, mengalami penurunan 4,9% sepanjang tahun 2023 setelah kenaikan awal.
Saham Yum China, pengelola restoran KFC dan Pizza Hut di Tiongkok, merosot 15% di Bursa New York setelah mengkonfirmasi melemahnya permintaan konsumen pada September dan Oktober. Saham Estée Lauder juga tergelincir karena penjualan produk kecantikan kelas atas di Tiongkok melambat.
Apple melaporkan penurunan pendapatan 2,5% dari China pada tiga bulan yang berakhir September. Pemerintah China juga memberikan tekanan lebih lanjut, melarang pejabat menggunakan iPhone, sementara AS menerapkan kontrol ekspor baru yang dapat mempengaruhi produsen chip Nvidia.
Meskipun beberapa investor melihat kemungkinan stimulus ekonomi baru dari pemerintah China yang dapat mengangkat saham, mereka tetap skeptis terhadap dampak jangka panjang dari langkah tersebut.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor