BeritaInvestor.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat pelaksanaan fungsi penyidikan di sektor jasa keuangan dengan berhasil menyelesaikan penyidikan terkait dugaan tindak pidana perbankan yang terjadi di Kantor Pusat PT Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur (BPD NTT).
Penyidikan dan Pelimpahan Berkas
Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK, Tongam L. Tobing, mengungkapkan bahwa penyidik OJK telah melaksanakan pelimpahan berkas perkara (Tahap 1) terkait kasus di BPD NTT kepada Jaksa Penuntut Umum. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Jaksa Penuntut Umum, disimpulkan bahwa berkas hasil penyidikan tersebut sudah lengkap (P.21).
Menindaklanjuti status P.21 ini, penyidik OJK melakukan koordinasi dengan Penuntut Umum untuk pelaksanaan Tahap 2, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti yang dilaksanakan di Kejaksaan Negeri Kupang.
Proses Pengawasan dan Penyidikan
Dalam menangani dugaan tindak pidana perbankan ini, OJK telah melakukan berbagai upaya mulai dari pengawasan, pemeriksaan khusus, hingga penyelidikan dan penyidikan. Berdasarkan temuan, sebagian dana dari pencairan kredit tidak dialokasikan sesuai tujuan kredit.
Perkara ini terjadi pada periode 4 April hingga 19 Agustus 2019 dan melibatkan dua pejabat BPD NTT, yaitu Absalom Sine (Direktur Pemasaran Kredit BPD NTT periode 2015-2020) dan Beny Rinaldy Pellu (Kepala Divisi Pemasaran Kredit BPD NTT periode 2016-2019). Mereka diduga melakukan pencatatan palsu dalam pemberian tiga fasilitas kredit kepada debitur PT Budimas Pundinusa (PT BMP) dengan total plafon Rp100 miliar.
Dasar Hukum dan Ancaman Pidana
Tongam menjelaskan bahwa penyidikan menemukan indikasi tindak pidana perbankan sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a dan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 56 KUHP.
Absalom Sine dan Beny Rinaldy Pellu ditetapkan sebagai tersangka dan diancam dengan hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda minimal Rp10 miliar dan maksimal Rp200 miliar.
Upaya Penegakan Hukum
Sampai dengan 30 Juni 2024, OJK telah menyelesaikan 127 perkara yang dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan RI, terdiri dari 102 perkara tindak pidana perbankan, 20 perkara tindak pidana IKNB, dan 5 perkara tindak pidana pasar modal. Banyak kasus berkaitan dengan kebijakan pengurus bank untuk menjaga tingkat kesehatan bank seperti pembuatan kredit fiktif untuk memperbaiki Non-Performing Loan (NPL).
Dalam penanganan kasus tindak pidana di sektor jasa keuangan, OJK bekerja sama dan berkoordinasi dengan Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung RI baik di tingkat pusat maupun kewilayahan. OJK berkomitmen untuk terus menegakkan hukum terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan guna melindungi lembaga jasa keuangan dan masyarakat.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor