BeritaInvestor.id – Siapa yang tidak kenal dengan Matahari, platform ritel terbesar di Indonesia yang memiliki 155 gerai di 81 kota di seluruh Indonesia. Menjadi tempat belanja yang melekat di hati masyarakat, Matahari memiliki sejarah panjang yang penuh lika-liku, dari sebuah toko kecil hingga menjadi raksasa ritel.
Awal Mula: Toko Micky Mouse
Kisah Matahari dimulai dari sebuah toko baju bernama Micky Mouse yang didirikan oleh Hari Darmawan di Pasar Baru, Jakarta, pada tahun 1960. Toko ini menjual pakaian impor dan produk buatan istri Hari yang diberi merek MM Fashion. Selama lima tahun pertama, Micky Mouse berhasil meraih kesuksesan dan memiliki pasar tersendiri.
Namun, Hari Darmawan merasa iri terhadap kesuksesan toko sebelah bernama De Zion, yang selalu ramai dikunjungi oleh orang-orang kaya. Berbagai upaya dilakukan oleh Hari untuk menyaingi De Zion, namun tidak membuahkan hasil. Hingga akhirnya, pada tahun 1968, ketika pemilik De Zion ingin menjual tokonya, Hari tidak melewatkan kesempatan tersebut dan segera mengakuisisinya.
Transformasi Menjadi Matahari
Dengan modal pinjaman sebesar US$200 juta dari Citibank, Hari Darmawan berhasil mengakuisisi dua toko De Zion di Jakarta dan Bogor. Setelah akuisisi tersebut, nama De Zion diubah menjadi “Matahari.” Nama ini dipilih karena dalam bahasa Belanda, “De Zion” berarti Matahari.
Untuk mengembangkan toko barunya, Hari meniru konsep toko retail Jepang, Sogo Department Store, yang menjual pakaian dengan berbagai pilihan agar konsumen bisa mendapatkan barang terbaik dengan harga yang terjangkau. Strategi ini terbukti sukses, dan Matahari pun mulai mendapat banyak pengunjung.
Pada tahun 1970-an hingga 1980-an, Matahari berkembang pesat dan gerainya mulai menjual berbagai macam produk, seperti perhiasan, tas, sepatu, kosmetik, peralatan elektronik, mainan, alat tulis, buku, dan lainnya. Matahari tidak hanya dikenal sebagai toko pakaian, tetapi juga sebagai department store yang menyediakan berbagai kebutuhan.
Ekspansi dan Kejayaan
Keberhasilan Matahari membuat Hari Darmawan mampu membuka gerai di berbagai kota di Indonesia pada tahun 1990-an. Hampir setiap kota besar di Indonesia memiliki gerai Matahari, yang menjadikannya sebagai salah satu brand ritel paling dikenal di tanah air. Pada tahun 1989, Matahari bahkan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode emiten LPPF.
Meski sudah menjadi raksasa ritel, ambisi Hari tidak berhenti. Dia berencana membuka 1.000 gerai Matahari di seluruh Indonesia. Pada saat yang bersamaan, James Riady, bankir muda yang juga anak dari konglomerat pendiri Lippo Group, Mochtar Riady, melihat peluang besar di Matahari. James menawarkan pinjaman sebesar Rp 1,6 triliun kepada Hari dengan bunga rendah, yang disetujui oleh Hari.
Tantangan dari WalMart dan Akuisisi oleh Lippo Group
Namun, setelah pinjaman tersebut cair, James Riady memiliki rencana lain. Dia membawa merek ritel ternama asal Amerika Serikat, WalMart, ke Indonesia, dan mendirikan gerai WalMart tepat di depan gerai Matahari. Ini menandai awal persaingan langsung antara Matahari dan WalMart, mirip dengan fenomena persaingan antara Indomaret dan Alfamart yang kerap kali berdampingan.
Meskipun menghadapi persaingan ketat dari WalMart, Hari tetap fokus menjalankan Matahari, yang akhirnya tetap menjadi raja ritel di Indonesia. Namun, pada tahun 1996, sebuah kejutan datang ketika Hari Darmawan menerima tawaran pembelian Matahari dari James Riady. Pada saat itu, Matahari sedang berada di puncak kejayaannya dengan omset Rp 2 triliun.
Tawaran tersebut diterima oleh Hari, dan sejak itu, Matahari resmi menjadi bagian dari Lippo Group. Penjualan ini mengejutkan banyak pihak, karena Matahari saat itu sangat sukses dan memiliki prospek cerah. Dengan akuisisi ini, Matahari menjadi milik Lippo Group, dan nama Hari Darmawan mulai perlahan meredup dari dunia bisnis ritel
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor