Industri perbankan menghadapi situasi yang mengejutkan di mana meskipun likuiditas yang melimpah, pertumbuhan kredit tidak mengikuti dengan signifikan. Likuiditas merupakan salah satu aset penting bagi bank untuk memberikan pembiayaan kepada masyarakat.
Menurut laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada bulan April 2023, likuiditas perbankan berada pada level yang melimpah. Hal ini terlihat dari rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/DPK (AL/DPK) yang berada pada level tinggi, yaitu masing-masing sebesar 118,25% dan 26,58%. Angka ini jauh di atas batas minimum yang ditetapkan, yaitu 50% untuk AL/NCD dan 10% untuk AL/DPK.
Selain itu, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) juga berada pada level yang sehat. OJK mencatat rasio NPL gross sebesar 2,53% dan NPL net sebesar 0,78%. Ini berarti bank tidak memiliki beban dari aset bermasalah yang dapat menghambat penyaluran kredit.
Dalam situasi likuiditas yang melimpah dan NPL yang rendah, bank diharapkan memiliki kemampuan yang kuat untuk meningkatkan penyaluran kredit. Namun, pada bulan April 2023, pertumbuhan kredit hanya mencapai 8% secara tahunan (yoy), yang merupakan angka terendah sejak Maret 2022. Jumlah ini juga mengalami penurunan sebesar 125 basis poin (bps) dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 9,37% yoy.
Yang lebih mengejutkan lagi, penurunan pertumbuhan kredit ini terjadi pada periode Idulfitri. Pada tahun sebelumnya, periode Ramadan dan Idulfitri terbukti mendorong pertumbuhan kredit perbankan. Namun, tahun ini pertumbuhan kredit mengalami pelemahan meskipun berada pada periode Idulfitri yang biasanya meningkatkan penyaluran dana dari bank.
Penurunan pertumbuhan kredit juga terjadi pada semua jenis kredit, baik itu investasi, modal kerja, maupun konsumsi. Kredit investasi hanya tumbuh sebesar 9,1% (yoy) pada bulan April 2023, yang merupakan angka terendah dalam setahun terakhir. Kredit modal kerja tumbuh sebesar 7,1% (yoy) pada bulan April 2023, yang merupakan angka terendah sejak Desember 2021. Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh sebesar 9,5% (yoy) pada bulan April, yang merupakan angka terendah dalam tiga bulan terakhir.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan bahwa penurunan pertumbuhan kredit saat ini merupakan siklus awal tahun. Namun, ia juga mengakui bahwa permintaan kredit juga terbatas akibat pencabutan stimulus Covid-19 dan ketidakpastian risiko kredit.
Dian menambahkan bahwa OJK tetap optimis bahwa pertumbuhan kredit dapat mencapai 10% pada akhir tahun 2023 seiring dengan program pemulihan ekonomi pasca-Covid-19.
Meskipun rasio NPL menunjukkan tren penurunan, rasio NPL pada kredit berorientasi ekspor justru mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa sektor ekspor menghadapi kesulitan dalam membayar kredit mereka.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menduga bahwa penurunan pertumbuhan kredit disebabkan oleh pelunasan kredit yang dipercepat oleh debitur yang berorientasi ekspor. Namun, ia yakin bahwa secara keseluruhan pertumbuhan kredit tahun ini akan membaik. Penawaran dari bank, suku bunga yang kondusif, serta syarat dan ketentuan pinjaman yang ditawarkan oleh bank akan menjadi landasan kepercayaan bagi pertumbuhan kredit di masa mendatang.