BeritaInvestor.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih disebabkan oleh faktor global, bukan kondisi ekonomi Indonesia yang lemah. Dalam paparan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), rata-rata kurs rupiah Januari-Maret 2025 mencapai Rp16.443/US$, sedangkan di akhir Maret melemah ke level Rp16.829/US$. Ini berbanding terbalik dengan target pemerintah yang menyasar Rp16.000/US$ dalam APBN 2025.
Data Tukar Rupiah Melebihi Target APBN
Pelemahan rupiah, menurut Sri Mulyani, tak selalu mencerminkan fondasi ekonomi Indonesia. Ia menjelaskan pergerakan kurs terpengaruh dinamika global, seperti kebijakan Federal Reserve (The Fed) AS yang enggan mengurangi suku bunga karena inflasi tinggi dan pasar tenaga kerja tetap kuat. Hal ini menyebabkan aliran modal berpindah ke AS, sehingga indeks dolar AS (DXY) menguat.
Tahan Suku Bunga The Fed dan Capital Flow Global
Pada 2024, ekspektasi penurunan suku bunga AS tidak terwujud karena tekanan inflasi. Akibatnya, The Fed memilih hati-hati menurunkan tingkat bunganya. Kondisi ini membuat dolar AS tetap menguat hingga awal kepemimpinan Presiden AS Donald Trump.
Kebijakan Ekstrem AS dan Dampak pada Rupiah
Trump memulai kebijakan agresif dengan menerapkan tarif resiprokal terhadap 70 negara mitra dagang. Kebijakan ini mengganggu stabilitas pasar global, termasuk melemahkan nilai tukar rupiah meski DXY akhirnya turun. Meski mata uang di kawasan Asia Tenggara lainnya membaik saat dolar AS lemah, rupiah justru terus merosot.
Disclaimer: Keputusan pembelian / penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.