BeritaInvestor.id – WeWork, perusahaan penyedia ruang kerja bersama, mendapati dirinya terjebak dalam krisis finansial yang mengancam eksistensinya akibat kehabisan uang tunai. Dulu dihargai sebesar US$ 40 miliar (sekitar Rp 607 triliun) oleh SoftBank, investor ternama dan pemegang saham GoTo, WeWork saat ini menghadapi masalah arus kas negatif yang serius.
Dalam pengungkapan informasi terbarunya, WeWork menyatakan bahwa ketidakseimbangan arus kas telah membawa perusahaan ke ambang kebangkrutan. Setelah beroperasi selama empat tahun sebagai perusahaan publik, termasuk melalui proses Initial Public Offering (IPO) yang mencuri perhatian dunia, kondisi finansial WeWork kini mengkhawatirkan.
“Kerugian dan arus kas negatif dari aktivitas operasional menimbulkan keraguan substansial atas kemampuan kami untuk berlanjut,” ungkap pernyataan dari pihak WeWork.
Sebelumnya, WeWork pernah menjadi startup unicorn dengan valuasi tertinggi di dunia. SoftBank, perusahaan yang dikenal aktif berinvestasi dalam perusahaan teknologi terbesar di seluruh dunia, menjadi salah satu investornya dan memberikan valuasi sebesar US$ 40 miliar. Namun, sejumlah permasalahan telah merongrong WeWork selama beberapa waktu.
Pandemi COVID-19 menjadi pukulan utama bagi kesehatan keuangan WeWork. Kebijakan bekerja dari rumah yang diadopsi oleh banyak perusahaan penyewa ruang WeWork telah mengakibatkan penurunan permintaan sewa ruang, memperlambat pertumbuhan ekonomi secara signifikan.
Kendati sejumlah perubahan telah dilakukan, masalah-masalah tersebut berdampak signifikan pada kondisi keuangan WeWork, memicu penumpukan utang yang semakin tak tertahankan seiring dengan arus kas yang terhambat.
“WeWork harus mempertimbangkan strategi alternatif, termasuk restrukturisasi atau refinancing utang, mencari utang tambahan atau pendanaan baru, mengurangi aktivitas bisnis atau menjual aset, dan opsi lain yang diatur oleh regulasi bangkrut di AS,” jelas pernyataan resmi dari WeWork.
Akibat situasi ini, harga saham WeWork turun di bawah US$ 1, pertama kalinya sejak pertengahan Maret. Kapitalisasi pasar WeWork pun tergerus menjadi kurang dari US$ 500 juta.
Laporan keuangan per semester I tahun 2023 menunjukkan rugi bersih WeWork mencapai US$ 700 juta, setelah sebelumnya mengalami kerugian sebesar US$ 2,3 miliar pada tahun 2022. Hingga tanggal 30 Juni, WeWork memiliki uang tunai dan aset likuid senilai US$ 205 juta dengan likuiditas mencapai US$ 680 juta. Namun, utang jangka panjang mencapai US$ 2,91 miliar.
Sejak awal, perjalanan WeWork penuh kontroversi. Proses persiapan IPO yang gagal pada Agustus 2019 menyorot pengeluaran yang tinggi dan keterkaitan bisnis yang mencurigakan antara pendiri WeWork, Adam Neumann, dan perusahaan itu sendiri. Meski rencana IPO tersebut batal, SoftBank tetap memainkan peran penting dengan mengakuisisi mayoritas saham WeWork dalam kesepakatan senilai US$ 5 miliar setelah sebelumnya menyebut investasinya “bodoh.” Akhirnya, Neumann pun dikeluarkan dari perusahaan.
Saat ini, WeWork menghadapi tantangan berat dalam menjaga kelangsungan bisnisnya. Selain menghadapi arus kas yang bermasalah, WeWork juga terpukul dengan perubahan anggota dewan komisaris serta kekosongan posisi CEO permanen. Dalam menghadapi situasi ini, faktor kunci yang akan menentukan nasib WeWork termasuk pengelolaan kapital yang terbatas, upaya untuk meningkatkan pendapatan, serta potensi penerbitan saham baru atau utang tambahan sebagai sumber pendanaan. Dalam kondisi yang penuh tantangan ini, WeWork harus menemukan cara untuk menavigasi arus kas yang semakin terbatas dan memperkuat pijakan bisnisnya di tengah kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian.
Disclamer : keputusan pembelian /penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor