BeritaInvestor.id – Pemerintah Indonesia merespons kebijakan tarif resiprokal AS dengan sejumlah strategi termasuk deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) dan negosiasi melalui revitalisasi perjanjian dagang TIFA. Menko Airlangga Hartarto mengumumkan langkah-langkah seperti relaksasi TKDN di sektor ICT untuk perusahaan AS, evaluasi lisensi impor, serta percepatan sertifikasi halal. Langkah lain termasuk balancing neraca perdagangan dengan membeli produk pertanian dari AS dan insentif fiskal/non-fiskal untuk meningkatkan impor.
Langkah Deregulasi NTMs: Fokus pada Sektor ICT
Pemerintah akan melepas regulasi kendali penguasaan dalam negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi (ICT), terutama untuk perusahaan AS seperti GE, Apple, Oracle, dan Microsoft. Selain itu, evaluasi lisensi impor (Lartas) serta percepatan proses sertifikasi halal juga dilakukan untuk mendorong aliran produk ekspor.
Negosiasi Strategis Melalui TIFA
Pemerintah tengah memperkuat Perjanjian Kerjasama Perdagangan dan Investasi (TIFA) sebagai jalur utama negosiasi dengan AS. Hal ini bertujuan menyeimbangkan hubungan dagang, seperti pembelian komoditas pertanian dari AS (seperti Soya Bean), peralatan engineering, serta energi seperti LPG, LNG, dan Migas oleh Pertamina.
Risiko Ekonomi Global 2025: Geopolitik & Proteksionisme
Menko Airlangga menegaskan ketidakpastian ekonomi global di tahun mendatang disebabkan oleh konflik geopolitik, proteksi perdagangan dari negara maju, serta kebijakan moneter ketat untuk tekan inflasi. Kebijakan tarif AS justru memperparah gejolak pasar saham, pelemahan mata uang emerging markets, hingga penurunan harga komoditas seperti Crued Oil dan Brent.
Insentif untuk Stabilisasi Perdagangan
Pemerintah menyiapkan insentif fiskal/non-fiskal guna memacu impor dari AS sambil menjaga kompetisi ekspor ke negara tersebut. Langkah ini disebut penting agar Indonesia tidak terdampak negatif fluktuasi perdagangan global.
Disclaimer: Keputusan pembelian / penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.