Pemerintah Indonesia dan Malaysia melakukan kunjungan ke Uni Eropa untuk menyampaikan keberatan terkait diskriminasi terhadap kelapa sawit yang dilakukan oleh Uni Eropa. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, menjadi perwakilan Indonesia dalam acara Luncheon Meeting yang diadakan di Brussels, Belgia.
Airlangga menyampaikan keprihatinan terhadap kebijakan Uni Eropa yang dianggap mendiskriminasi minyak kelapa sawit melalui EU Deforestation-Free Regulation (EUDR). Dia menyoroti bahwa kebijakan tersebut tidak sejalan dengan komitmen Indonesia dalam menangani perubahan iklim dan melindungi keanekaragaman hayati sesuai dengan kesepakatan dan konvensi internasional seperti Paris Agreement dan UN 2030 SDG Agenda.
Airlangga juga menekankan bahwa negara anggota Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) telah menerapkan kebijakan konservasi hutan dengan ketat. Dia juga mengungkapkan bahwa tingkat deforestasi di Indonesia telah menurun sebesar 75% pada periode 2019-2020, dan Indonesia berhasil mengurangi wilayah yang terdampak kebakaran hutan sebesar 91,84%.
Indonesia juga mengajukan kolaborasi antara negara anggota CPOPC dan meningkatkan pemahaman antara produsen dan konsumen minyak sawit. Airlangga berharap agar Uni Eropa memberikan pengakuan yang layak terhadap langkah-langkah yang telah diambil oleh Indonesia. Dia juga mengundang Uni Eropa untuk mencapai pemahaman bersama dalam pertemuan dengan pejabat terkait Komisi dan Parlemen Eropa.
Selain itu, Airlangga mengungkapkan bahwa standar keberlanjutan nasional yang dimiliki Indonesia dan Malaysia melalui Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO) perlu mendapatkan pengakuan. Oleh karena itu, diharapkan bahwa EUDR dapat memberikan ruang bagi produk kelapa sawit yang sudah bersertifikat ISPO atau MSPO.
Dalam sesi tanya jawab, dibahas pula beberapa fitur ketentuan EUDR yang menjadi masalah bagi negara produsen kelapa sawit seperti Indonesia dan Malaysia, seperti persyaratan Geolocation Data, labeling negara-negara sebagai risiko tinggi, standar, dan risiko rendah. Sampai isu ini dapat mencapai titik tengah yang dapat diterima oleh kedua pihak, akan sulit bagi minyak sawit untuk diterima di Uni Eropa.
Dalam rangka menangani dan mengurangi dampak negatif EUDR, diusulkan untuk membahas ketentuan turunan EUDR melalui keterlibatan semua pemangku kepentingan terkait, termasuk pembuat kebijakan, industri, petani kecil, dan masyarakat sipil/LSM, serta melibatkan Uni Eropa dengan membentuk platform multistakeholder.
Acara Luncheon Meeting ini dihadiri oleh Deputi Perdana Menteri – Menteri Pertanian dan Komoditi Malaysia, Dato’ Sri Haji Fadillah Bin Haji Yusof, bersama dengan delegasi Malaysia dan pelaku