BeritaInvestor.id – IHSG Terpukul 8,59% seiring Ketidakpastian Ekonomi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan sepanjang tahun 2025. Data dari Bursa Efek Indonesia pada 17 Maret 2025 menunjukkan bahwa IHSG turun 8,59% dari awal tahun. Pada Selasa, 18 Maret 2025, IHSG bahkan anjlok lebih dari 5% dalam sehari, dan menyebabkan trading halt selama 30 menit. Penurunan ini menjadi perhatian besar bagi para investor, terutama dipicu oleh banyak faktor eksternal dan internal yang rumit. Sentimen Eksternal: Ketidakpastian Global Dari luar negeri, IHSG terpengaruh oleh dinamika ekonomi global. Ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok, konflik geopolitik di Timur Tengah, serta kebijakan suku bunga yang dipertahankan tinggi oleh Federal Reserve membuat investor khawatir. “Pasar saham di negara berkembang, termasuk Indonesia, menjadi korban volatilitas global,” kata Rudi Hartono, analis pasar dari Mandiri Sekuritas. Data dari Bloomberg menunjukkan bahwa indeks MSCI Emerging Markets turun 6,2% dari awal tahun, mencerminkan kondisi IHSG. Faktor Internal: Defisit APBN dan Melemahnya Rupiah Di dalam negeri, defisit APBN yang diumumkan oleh Kementerian Keuangan minggu lalu menambah beban pasar. Defisit pada Februari 2025 membengkak menjadi Rp187 triliun, melebihi perkiraan sebelumnya yaitu Rp150 triliun. Selain itu, melemahnya rupiah yang mencapai Rp16.500 per dolar memberikan dampak buruk. Penurunan penerimaan pajak karena permasalahan Coretax dan adanya deflasi 0,2% di Februari membuat pasar semakin cemas. “Pasar menunggu kepastian dari rencana strategis pemerintah,” ujar Jeffrey Hendrik, Direktur Pengembangan BEI. Saham BUMN: Biang Kerok Penurunan IHSG Menurut pengamat pasar Eddy Herwanto, saham-saham BUMN menjadi penyebab utama penurunan. Penjualan masif saham BMRI, BBRI, dan BBNI setelah defisit APBN Februari membuat IHSG terpuruk. Ketiga saham ini anjlok rata-rata 15% sejak tahun dimulai. “Banyak pelaku pasar sudah memperingatkan tentang risiko ini. Sayangnya, regulasi yang ketat membatasi BUMN untuk melakukan buy back saham,” ungkap Eddy. Data dari BEI juga menunjukkan bahwa volume jual saham BUMN meningkat 40% sejak Februari. Potensi Capital Outflow Mengancam Eddy Herwanto memperkirakan bahwa jika Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak memberikan sinyal positif, capital outflow akan semakin deras. “Hedge fund siap menarik dana dari bursa dan surat utang pemerintah,” katanya. Dia juga menyoroti konflik kepentingan di kalangan eksekutif Danantara yang membuat pasar bereaksi negatif. “Pasar tidak menerima kehadiran mereka. Prabowo perlu mengganti mereka untuk membangun kepercayaan. Jika tidak, outflow bisa mencapai Rp50 triliun pada kuartal kedua,” tambahnya. Eddy juga mengimbau Bank Indonesia agar tidak dipaksa untuk buy back obligasi asing. “Utang BI ke Kementerian Keuangan akibat Covid-19 masih Rp1.100 triliun, jangan ditambah beban lagi.” Disclaimer: Keputusan pembelian / penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.