BeritaInvestor.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) diperkirakan akan mengalami pergerakan mendatar dengan kecenderungan melemah sepanjang pekan ini. Analisis teknikal mengindikasikan bahwa IHSG berada dalam rentang support antara 6.947 hingga 6.929, sementara resistance berada pada kisaran 7.021 hingga 7.048. Perkiraan ini muncul setelah IHSG menguat pada penutupan minggu sebelumnya, mencapai level 6.982.
Menurut pendiri Stocknow.id, Hendra Wardana, IHSG diperkirakan akan bergerak secara sideways dengan kecenderungan melemah yang terbatas. Pada pekan ini, pasar diprediksi tidak akan terlalu volatil, karena para investor menunggu data suku bunga dari Amerika Serikat dan Indonesia yang akan dirilis. Meskipun para analis memperkirakan suku bunga AS akan tetap stabil, sentimen ini tetap dapat mempengaruhi pergerakan IHSG.
Dari segi teknis, Hendra menyatakan bahwa IHSG sudah beberapa kali mencoba untuk menembus level psikologis resistance di angka 7.000, namun belum berhasil melakukannya. Hal ini menunjukkan bahwa IHSG masih belum cukup kuat untuk melewati level tersebut, dan ada potensi untuk terjadi penolakan (rejection) ke arah support.
Lebih lanjut, Hendra menyoroti sektor-sektor seperti energi, finansial, dan non-cyclical yang menarik untuk diamati. Beberapa saham yang direkomendasikan olehnya termasuk BNGA, AKRA, dan MIDI. Dia merekomendasikan saham BNGA sebagai swing trade dengan harga masuk Rp 1.725, target harga Rp 1.790-1.880, dan stop loss (SL) di Rp 1.680. Sementara itu, saham AKRA juga disarankan sebagai swing trade dengan harga masuk Rp 1.480 – 1.485, target harga Rp 1.535-1.555, dan SL di Rp 1.455. Terakhir, saham MIDI dapat dipertimbangkan untuk fast trade dengan harga masuk Rp 500, target harga Rp 515-540, dan SL di Rp 486.
Sementara itu, Muhammad Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, memprediksi bahwa IHSG akan bergerak dalam kisaran support 6.947-6.929 dan resistance 7.021-7.048 selama seminggu mendatang. Sentimen baik dari skala global maupun domestik, termasuk hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) dan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) di pekan ini, akan menjadi penentu arah pergerakan pasar.
Para pelaku pasar juga akan memperhatikan hasil pertemuan FOMC Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang dijadwalkan pada tanggal 19-20 September 2023. Pertemuan ini akan memberikan wawasan mengenai proyeksi dan arah kebijakan ekonomi AS, yang dapat memengaruhi pasar secara global.
Selain itu, investor akan menyimak perilisan The Federal Reserve’s Dot Plot periode September untuk melihat pergeseran median. Jika nilai tersebut lebih tinggi, ekspektasi mengenai kebijakan “soft landing” oleh the Fed pada tahun 2024 mungkin dimulai lebih lambat daripada proyeksi sebelumnya, terutama karena tren inflasi AS yang terus naik akibat harga komoditas seperti minyak mentah yang mengalami apresiasi.
Dari dalam negeri, Nafan meyakini bahwa BI masih akan berkomitmen untuk mempertahankan suku bunga guna menjaga pertumbuhan ekonomi nasional dan meningkatkan investasi di pasar modal. RDG BI dijadwalkan akan berlangsung pada tanggal 20-21 September 2023.
Namun yang tak kalah pentingnya, para pelaku pasar akan mempertimbangkan potensi “rate high pounds” (kenaikan suku bunga) dalam bulan ini, serta pemulihan ekonomi di Jepang, India, dan Tiongkok yang terus membaik. Pemulihan ekonomi global akan berdampak positif dengan meningkatkannya permintaan, yang juga akan mengerek harga komoditas dunia.
Disclaimer : Artikel ini hanya bersifat informasional dan tidak mengandung rekomendasi investasi.