Pada penutupan sesi II perdagangan terakhir bulan ini, Rabu (31/5/23), terjadi penurunan tipis sebesar 0,05% pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sehingga mencapai 6.633,26. Sektor energi masih menjadi faktor penurun IHSG.
Koreksi IHSG hari ini memperburuk pelemahan yang telah terjadi selama lima hari berturut-turut. Dalam lima hari perdagangan tersebut, IHSG mengalami penurunan sebesar 3,35%. Selain itu, sejak awal tahun (year to date), IHSG telah mengalami koreksi sebesar 3,17%. Pada hari ini, terjadi aktivitas perdagangan yang cukup tinggi, dengan sekitar 90 miliar saham berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Nilai perdagangan juga mencapai Rp33,5 triliun.
Penurunan IHSG kali ini disebabkan oleh koreksi pada lebih dari 400 saham, tepatnya 437 saham, sementara 185 saham stagnan dan hanya 167 saham yang menguat.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui Refinitiv, sekitar 70% sektor mengalami pelemahan, dengan sektor energi masih menjadi sektor yang paling membebani IHSG, mengalami penurunan sebesar 4,32% dari sesi I hingga sore hari ini.
Pelemahan pada sektor energi disebabkan oleh penurunan harga saham-saham dalam sektor tersebut. Ada lima saham emiten batubara yang mengalami penurunan berdasarkan presentase perubahan harga, dan hal ini menjadi beban pada sektor energi. Selain itu, saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN), salah satu perusahaan batubara yang dimiliki oleh konglomerat ‘Low Tuck Kwong’, menjadi penyebab utama penurunan IHSG hari ini, dengan penurunan sebesar 20,6 poin indeks.
Pelemahan pada saham-saham batubara terjadi karena harga batubara acuan dunia yang masih lesu dan isu perubahan iklim yang terus diperdebatkan di dunia.
Harga batubara telah mencapai level terendah dalam hampir dua tahun terakhir. Pada perdagangan Selasa kemarin, harga kontrak batubara dua bulan ke depan atau bulan Juli di pasar ICE Newcastle mengalami penurunan sebesar 3,43%, mencapai posisi US$132,6 per ton.
Harga penutupan kemarin merupakan yang terendah sejak 7 Juli 2021, atau dalam 34 bulan terakhir, atau hampir dua tahun. Jika dilihat dari awal tahun, harga batubara telah merosot sebesar 66%.
Selain itu, isu perubahan iklim dan peralihan energi ke energi baru terbarukan juga dapat memberikan tekanan pada saham-saham batubara.
Sementara itu, data aktivitas manufaktur China yang masih menunjukkan kontraksi juga menjadi sentimen negatif pada hari ini.
Berdasarkan data dari NBS, indeks Purchasing Managers Index (PMI) untuk sektor manufaktur China periode Mei 2023 turun menjadi 48,8, dibandingkan angka 49,2 pada bulan April sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur China telah melambat selama dua bulan berturut-turut.
Aktivitas manufaktur memiliki titik tengah pada angka 50, di bawah angka tersebut menunjukkan zona kontraksi, sedangkan di atas level 50 menunjukkan level ekspansi.
Hal ini tentu menjadi sentimen negatif karena China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Jika aktivitas manufaktur China melambat, hal tersebut akan berdampak pada ekspor dan impor barang.