BeritaInvestor.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan yang signifikan pada perdagangan hari ini, mengikuti pasar di Bursa Asia yang juga mencatat kerugian. Pada Jumat (28/2/2025), IHSG ditutup pada angka 6.270,59, merosot 214,85 poin atau 3,31% dari posisi sebelumnya.
Data Perdagangan IHSG
Posisi terendah IHSG hari ini mencapai 6.246,27, sementara puncaknya sempat menyentuh 6.485,44. Data dari Bursa Efek Indonesia menunjukkan nilai perdagangan saham mencapai Rp20,66 triliun dengan total transaksi sekitar 22 miliar saham. Namun, penjualan besar-besaran mendominasi, dengan hanya 91 saham yang menguat, dan 555 saham yang melemah, sementara 146 saham stagnan. Sektor yang paling terdampak termasuk barang baku, infrastruktur, dan energi, yang masing-masing mengalami penurunan hingga 5,54%, 3,77%, dan 3,59%.
Kerugian di Bursa Asia
Tidak hanya IHSG, namun banyak indeks lain di Asia juga mengalami kerugian. Kospi dari Korea Selatan dan Hang Seng dari Hong Kong terpangkas 3,39% dan 3,28%, dengan tambahan 2,88% untuk indeks lainnya seperti NIKKEI 225 dan Shanghai Composite. Keseluruhan, IHSG dan Kospi menampilkan penurunan paling tajam di kawasan ini.
Penyebab Penurunan
Sentimen negatif ini muncul setelah ketegangan dagang global meningkat. Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan tarif 25% pada impor dari Kanada dan Meksiko mulai 4 Maret, serta rencana tarif 10% pada impor dari China, yang berpotensi memperburuk hubungan dagang.
“Ini adalah tambahan 10%, jadi totalnya menjadi 10 plus 10,” ujar Trump yang menekankan kembali rencananya. Ekonom memperingatkan bahwa langkah ini dapat menekan pertumbuhan ekonomi AS dan memperburuk inflasi. Dengan berita terbaru ini, pasar keuangan turut merespons dengan negatif.
Survei menunjukkan bahwa 60% orang dewasa di AS khawatir harga barang akan melonjak akibat tarif baru ini, dan 44% percaya bahwa kebijakan tersebut akan merugikan ekonomi.
Dari sisi ekonomi, Initial Jobless Claims AS meningkat menjadi 242 ribu dari 220 ribu di pekan sebelumnya, menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan. Proyeksi untuk PDB AS diperkirakan hanya tumbuh 2,3% tahun ini, dibandingkan dengan 2,8% di tahun 2024, seiring dengan penurunan dalam lapangan kerja yang menekan permintaan konsumen. Selain itu, The Fed semakin berhati-hati terhadap kemungkinan pemotongan suku bunga di masa depan karena inflasi yang tinggi.
Disclaimer: Keputusan pembelian / penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.