Pada penutupan sesi II perdagangan Rabu (7/6/2023), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan tipis sebesar 0,01% menjadi 6.619,75 setelah sempat terlempar ke zona psikologis 6.500 dan menyentuh level terendah di 6.578,75. Dalam lima hari perdagangan terakhir, IHSG mengalami koreksi sebesar 0,92%. Secara year to date (ytd), indeks ini mencatatkan koreksi sebesar 3,37%.
Pada perdagangan Rabu, sekitar 18 miliar saham berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali dengan nilai perdagangan mencapai Rp 10,2 triliun lebih. Terdapat 316 saham yang menguat, 226 saham melemah, dan 194 saham stagnan. Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv menunjukkan bahwa tujuh sektor mengalami kenaikan, dengan sektor Konsumen Primer menjadi yang paling menguntungkan dengan kenaikan sebesar 1,3%.
[tv-chart symbol=”IDX:composite” width=”420″ height=”240″ language=”en” interval=”D” timezone=”Asia/Bangkok” theme=”White” style=”1″ toolbar_bg=”#f1f3f6″ enable_publishing=”” hide_top_toolbar=”” withdateranges=”” hide_side_toolbar=”” allow_symbol_change=”” save_image=”” details=”” hotlist=”” calendar=”” stocktwits=”” headlines=”” hideideas=”” hideideasbutton=”” referral_id=””]
Salah satu sentimen yang mempengaruhi pergerakan IHSG adalah rilis data surplus perdagangan China yang menurun pada Mei 2023. Surplus tersebut berkurang menjadi USD 65,81 miliar dari USD 78,40 miliar pada tahun sebelumnya, di bawah perkiraan pasar sebesar USD 92 miliar. Penurunan tersebut mengindikasikan adanya penurunan ekspor yang lebih besar daripada impor, yang menunjukkan lemahnya permintaan global. Ekspor mengalami penurunan sebesar 7,5% year-on-year (yoy) menjadi USD 283,5 miliar, mencapai level terendah dalam tiga bulan dan penurunan tertajam sejak Januari. Sementara itu, impor turun sebesar 4,5% di tengah pelemahan domestik.
Dalam konteks politik, surplus perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) juga mengalami penyempitan menjadi USD 28,1 miliar pada bulan Mei dari USD 29,7 miliar pada bulan April. Namun, selama lima bulan pertama tahun ini, surplus perdagangan dengan AS meningkat sebesar 27,8% yoy menjadi USD 359,48 miliar.
Para investor saat ini cenderung mengambil sikap wait and see terkait kebijakan The Fed yang akan diumumkan pada tanggal 13-14 Juni mendatang. Meskipun sinyal kenaikan suku bunga terlihat jelas setelah rilis data tenaga kerja yang masih kuat pekan lalu. Data dari Departemen Tenaga Kerja pada Jumat (2/6/2023) menunjukkan pertumbuhan pekerjaan yang positif selama 29 bulan berturut-turut, dengan peningkatan sebesar 339.000 dalam sektor publik dan swasta. Tingkat pengangguran berada di 3,7%, sedikit di atas perkiraan sebesar 3,5% dan mencapai level terendah sejak 1969. Data ini menjadi pertimbangan penting bagi The Fed terkait kebijakan suku bunga di masa mendatang.
Pada hari ini, dengan sentimen yang cenderung sepi, para pelaku pasar akan memantau pergerakan bursa luar negeri, terutama Wall Street AS dan bursa Asia, untuk mencari petunjuk selama jam perdagangan saham domestik. Rilis data ekonomi makro luar juga menjadi perhatian investor, seperti data pertumbuhan ekonomi Jepang dan Uni Eropa per kuartal I, serta klaim pengangguran AS.