BeritaInvestor.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil ditutup menguat 0,38% ke posisi 7.227,297 pada perdagangan Rabu (10/1/2023). Penguatan IHSG terjadi setelah kemarin ditutup ambles lebih dari 1% karena aksi profit taking investor.
IHSG sempat dibuka terkoreksi pada awal sesi I, namun selang beberapa menit kemudian IHSG mampu rebound ke zona hijau. Meski berhasil bangkit, tetapi IHSG masih bertahan di level psikologis 7.200.
Secara sektoral, sektor kesehatan menjadi penopang terbesar IHSG pada hari ini, yakni mencapai 1,52%. Selain kesehatan, sektor infrastruktur juga menjadi movers IHSG yakni sebesar 1,37%.
Saham energi baru dan terbarukan (EBT) milik Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi penopang terbesar IHSG pada hari ini, yakni mencapai 10,7 indeks poin. Padahal sehari sebelumnya, BREN menjadi pemberat terbesar IHSG.
Tak hanya BREN saja, saham Prajogo lainnya yakni PT Barito Pacific Tbk (BRPT) juga menjadi movers IHSG yakni sebesar 2,3 indeks poin.
Selain dua saham Prajogo, saham pertambangan mineral Grup Salim yakni PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) juga menjadi movers IHSG sebesar 8,5 indeks poin.
IHSG berbalik arah ke zona penguatan setelah kemarin ditutup ambruk lebih dari 1%. Bahkan pada awal sesi I hari ini, IHSG sempat dibuka di zona merah. Namun selang beberapa menit, IHSG mampu rebound ke zona hijau.
Menguatnya IHSG terjadi di tengah adanya kabar yang kurang menggembirakan dari global, di mana Bank Dunia dalam laporan terbarunya ‘Global Economic Prospects January 2024’ memperkirakan ekonomi global akan melambat ke 2,4% pada tahun ini dibandingkan 2,6% pada 2023.
Ekonomi dunia diperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 2,7% pada 2025, proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan pada Juni lalu yakni 3,0%.
Pertumbuhan sebesar 2,6% pada 2023 juga akan menjadi yang terendah dalam 50 tahun, di luar resesi global saat pandemi. Bank Dunia juga menyebut ini adalah kali pertama mereka memperkirakan pertumbuhan ekonomi terus melandai selama tiga tahun beruntun.
Bank Dunia juga mengingatkan adanya risiko besar untuk pertumbuhan ke depan dari konflik di Timur Tengah, gangguan di pasar komoditas, mahalnya ongkos pinjaman, bengkaknya utang, melandainya ekonomi China, inflasi yang masih tinggi, serta perubahan iklim yang ekstrim.
Sementara untuk Indonesia, Bank Dunia mempertahankan proyeksi pertumbuhan untuk tahun ini di angka 4,9%. Namun, mereka memangkas proyeksi 2025 menjadi 4,9%, dari 5,0% pada proyeksi Juni lalu.
Bank Dunia bahkan mengingatkan jika Indonesia tidak akan lagi mendapat berkah lonjakan harga komoditas untuk tahun ini dan depan. Seperti negara Asia, Indonesia juga akan terimbas oleh melandainya ekonomi China.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor