BeritaInvestor.id – Harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Malaysia Exchange mengalami kenaikan signifikan pada awal perdagangan pekan ini, melanjutkan tren penguatan selama dua hari sejak tanggal 28 Juni lalu. Menurut data dari Refinitiv, harga CPO melonjak sebesar 4,33% menjadi MYR 3.953 per ton pada pukul 10:25 WIB. Dengan demikian, harga CPO telah mencapai level tertinggi sejak 4 April.
Pada perdagangan Jumat lalu, harga CPO juga ditutup dengan kenaikan sebesar 0,91% menjadi MYR 3.789 per ton. Selama satu minggu terakhir, harga CPO berhasil mencatatkan kenaikan sebesar 4,67% dan naik 18,37% secara tahunan, meskipun tetap mengalami koreksi sebesar 9,22%.
Peningkatan harga CPO didorong oleh kenaikan pungutan ekspor Indonesia dan pelemahan mata uang ringgit. Pelemahan ringgit, yang merupakan mata uang perdagangan kelapa sawit, sebesar 0,09% terhadap dolar membuat komoditas ini menjadi lebih murah bagi pembeli yang menggunakan mata uang asing. Namun, kenaikan harga terbatas oleh penurunan ekspor yang buruk.
Berdasarkan data dari cargo surveyor Intertek Testing Services, volume ekspor produk minyak sawit Malaysia untuk bulan Juni mengalami penurunan sebesar 6,9% menjadi 1.085.920 ton dibandingkan dengan bulan Mei. Namun, surveyor kargo AmSpec Agri Malaysia melaporkan bahwa volume ekspor mengalami kenaikan sebesar 0,6%.
Namun, ada kabar buruk bagi harga CPO. Fitch Ratings memperkirakan harga spot minyak kelapa sawit akan melemah dalam 12 bulan ke depan setelah mengalami penurunan yang cepat sejak bulan Mei 2023. Fitch menyatakan bahwa penurunan harga akan terjadi akibat peningkatan produksi minyak kelapa sawit mentah dan ekspektasi pasar yang kuat terhadap pasokan minyak nabati yang bersaing.
Selain itu, Keputusan Kementerian Perdagangan pekan lalu menyebutkan bahwa produsen utama Indonesia telah menetapkan harga referensi minyak kelapa sawit mentah (CPO) lebih tinggi, membuat produk minyak kelapa sawit Malaysia menjadi lebih kompetitif.
Permintaan global untuk minyak kelapa sawit melemah, dan dampak dari cuaca kering juga menjadi perhatian. Sandeep Singh, direktur dari The Farm Trade, sebuah perusahaan konsultasi dan perdagangan yang berbasis di Kuala Lumpur, mengungkapkan hal tersebut.
Dalam hal komoditas lainnya, kontrak soyoil di Dalian mengalami kenaikan sebesar 1,2%, sementara kontrak minyak kelapa sawit juga naik sebesar 1,2%. Harga soyoil di Chicago Board of Trade naik sebesar 2,1%.
[tv-chart symbol=”CPO1!” width=”420″ height=”240″ language=”en” interval=”D” timezone=”Asia/Bangkok” theme=”White” style=”2″ toolbar_bg=”#f1f3f6″ enable_publishing=”” hide_top_toolbar=”” withdateranges=”” hide_side_toolbar=”” allow_symbol_change=”” save_image=”” details=”” hotlist=”” calendar=”” stocktwits=”” headlines=”” hideideas=”” hideideasbutton=”” referral_id=””]
Harga minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati terkait karena keduanya bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar di pasar minyak nabati global.
Kondisi cuaca di India juga mempengaruhi harga minyak kelapa sawit. Diperkirakan bahwa India akan menerima curah hujan rata-rata pada bulan Juli, namun ada kemungkinan munculnya pola cuaca El Nino. Petani di India sedang mempercepat penanaman tanaman karena hujan yang tidak merata pada bulan Juni.
Musim hujan yang penting bagi perekonomian India diperkirakan akan memberikan curah hujan yang baik pada bulan Juli. Menurut Direktur Jenderal Departemen Meteorologi India (IMD), Mrutyunjay Mohapatra, curah hujan bulan Juli diperkirakan mencapai 100-106% dari rata-rata periode panjang.
Meskipun pola cuaca El Nino terbentuk, IMD memperkirakan jumlah curah hujan rata-rata untuk seluruh musim hujan yang berlangsung selama empat bulan.
India dan China merupakan konsumen minyak nabati terbesar di dunia, sehingga nilai impor keduanya dapat mempengaruhi pergerakan harga minyak kelapa sawit dan komoditas lainnya.
Disclamer : keputusan pembelian /penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor