Harga batu bara mengalami penurunan seiring dengan turunnya harga gas. Meskipun demikian, terdapat kabar positif dari India dan Inggris yang diharapkan dapat mendukung kenaikan harga batu bara di masa depan.
Pada awal pekan ini, tepatnya pada Senin (12/6/2023), harga kontrak batu bara untuk bulan Juli di pasar ICE Newcastle ditutup pada level US$ 140 per ton, mengalami penurunan sebesar 2,57%. Pelemahan ini memperpanjang tren negatif yang sudah terjadi pada Jumat pekan sebelumnya, di mana harga batu bara telah turun sebesar 3,11% dalam dua hari terakhir.
Penurunan harga batu bara ini terjadi sebagai akibat dari penurunan harga gas. Batu bara merupakan sumber energi alternatif bagi gas, sehingga fluktuasi harga gas juga berdampak pada harga batu bara. Pada hari sebelumnya, harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) merosot sebesar 3,2% menjadi 31,04 euro per mega-watt hour (MWh), setelah sebelumnya mengalami kenaikan tajam sebesar 19% pada Jumat pekan sebelumnya. Penurunan harga gas ini terjadi karena adanya aksi profit taking dan berkurangnya kekhawatiran terkait pasokan gas.
[tv-chart symbol=”NCF1!” width=”420″ height=”240″ language=”en” interval=”D” timezone=”Asia/Bangkok” theme=”White” style=”2″ toolbar_bg=”#f1f3f6″ enable_publishing=”” hide_top_toolbar=”” withdateranges=”” hide_side_toolbar=”” allow_symbol_change=”” save_image=”” details=”” hotlist=”” calendar=”” stocktwits=”” headlines=”” hideideas=”” hideideasbutton=”” referral_id=””]
Meskipun ada banyak faktor positif yang seharusnya mendukung kenaikan harga batu bara, namun harga batu bara tetap mengalami penurunan. Salah satu faktor positif tersebut berasal dari India dan Inggris. Pada Senin (12/6/2023), Kementerian Listrik India mengumumkan kewajiban operasi dengan kapasitas penuh bagi pembangkit yang menggunakan batu bara impor hingga tanggal 30 September mendatang. Hal ini dilakukan untuk memenuhi tingginya permintaan listrik yang terjadi di tengah meningkatnya suhu udara. Wilayah India bagian tengah, utara, dan barat daya telah mengalami gelombang panas sejak pekan sebelumnya dengan suhu mencapai 42-44 derajat Celsius. Gelombang panas ini diperkirakan akan berlanjut dalam beberapa hari ke depan. Pemerintah India sebenarnya sudah memerintahkan operasi pembangkit dengan kapasitas penuh sejak bulan Februari dan awalnya akan berakhir pada tanggal 15 Juni tahun ini. Namun, pemerintah kemudian memutuskan untuk memperpanjang mandat tersebut hingga 30 September mendatang.
Penggunaan listrik di India diperkirakan akan mencapai 221 gigawatt (GW) pada bulan Mei, meningkat dari 216 GW pada bulan April akibat meningkatnya penggunaan pendingin ruangan di tengah gelombang panas. Pada tanggal 9 Juni, penggunaan listrik di India bahkan mencapai rekor tertinggi sepanjang masa, yaitu 223 GW. Perpanjangan mandat operasi pembangkit dengan kapasitas penuh ini diperkirakan akan meningkatkan impor batu bara ke depan, terutama mengingat India akan menghadapi musim hujan dalam beberapa bulan ke depan yang dapat menyebabkan penurunan produksi batu bara domestik.
Di sisi lain, di Inggris, Operator Sistem Listrik National Grid ESO mengeluarkan perintah kepada Uniper untuk menghidupkan kembali pembangkit batu bara mereka. Uniper adalah pemilik pembangkit batu bara Ratcliffe-on-Soar di Nottinghamshire. Langkah ini diambil untuk mengantisipasi lonjakan penggunaan listrik yang terjadi seiring dengan kenaikan suhu udara. Menurut Speedwell Weather, suhu udara di Inggris telah naik hingga 5,6 derajat Celsius di atas rata-rata. Beberapa wilayah di Inggris bahkan mencapai suhu 30 derajat Celsius. Keterbatasan pasokan gas dan rendahnya produksi listrik dari sumber tenaga angin memaksa Inggris untuk menghidupkan kembali pembangkit batu bara sebagai pilihan yang tidak terhindarkan.
Dengan demikian, kondisi penipisan pasokan gas dan rendahnya produksi listrik tenaga angin di Inggris, serta mandat operasi dengan kapasitas penuh bagi pembangkit batu bara impor di India, diperkirakan akan mendorong peningkatan impor batu bara di masa mendatang.