BeritaInvestor.id – Harga batu bara mengalami penurunan tajam dan berakhir di zona merah selama lima hari berturut-turut. Menurut data Refinitiv, harga batu bara kontrak Agustus di pasar ICE Newcastle ditutup pada posisi US$137,05/ton pada Senin (11/7/2023), mengalami penurunan sebesar 3,4%. Harga penutupan tersebut juga merupakan yang terendah sejak 21 Juni 2023.
Pelemahan ini melanjutkan tren negatif yang telah terjadi sejak Selasa pekan lalu. Dalam lima hari perdagangan tersebut, harga batu bara turun sebesar 11,2%. Pelemahan selama lima hari berturut-turut ini merupakan yang terburuk sejak pertengahan Mei tahun ini, di mana harga batu bara mengalami penurunan dalam enam hari berturut-turut. Jika dilihat sejak awal tahun, harga batu bara bahkan sudah terjun bebas hingga mencapai minus 64,8%.
Penurunan harga batu bara ini disebabkan oleh kondisi ekonomi yang suram di China serta masih lemahnya permintaan dan harga komoditas energi lainnya. Inflasi di China pada bulan Juni 2023 kembali menurun dan menimbulkan kekhawatiran pasar akan adanya deflasi. Berdasarkan data dari Biro Statistik Nasional (NBS) China, indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) turun menjadi 0% pada bulan Juni 2023 (year-on-year/yoy), dibandingkan dengan bulan Mei yang sebesar 0,2%.
Data inflasi yang menunjukkan penurunan ini menjadi bukti bahwa pemulihan ekonomi China sedang kehilangan momentum. Kekhawatiran mengenai deflasi telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir dan mempengaruhi kepercayaan konsumen.
[tv-chart symbol=”IDX:NCF1!” width=”420″ height=”240″ language=”en” interval=”D” timezone=”Asia/Bangkok” theme=”White” style=”2″ toolbar_bg=”#f1f3f6″ enable_publishing=”” hide_top_toolbar=”” withdateranges=”” hide_side_toolbar=”” allow_symbol_change=”” save_image=”” details=”” hotlist=”” calendar=”” stocktwits=”” headlines=”” hideideas=”” hideideasbutton=”” referral_id=””]
Dampak lesunya daya beli di China menjadi perhatian dunia, termasuk Indonesia. China adalah konsumen terbesar batu bara di dunia, sehingga perkembangan di China memiliki dampak signifikan terhadap harga batu bara secara global. Penurunan inflasi yang terjadi juga menandakan melemahnya daya beli, yang berpotensi menurunkan aktivitas konsumsi dan produksi di masa depan. Permintaan terhadap listrik dan sumber energi seperti batu bara juga dapat mengalami penurunan.
Bagi Indonesia, China juga merupakan pasar ekspor batu bara terbesar, sehingga melemahnya ekonomi China dapat mempengaruhi ekspor secara keseluruhan. Meskipun China telah membuka perbatasannya pada akhir tahun lalu, pertumbuhan ekonomi di negara tersebut belum menunjukkan pemulihan yang signifikan.
Dong Lijuan, ahli statistik dari NBS, menjelaskan bahwa deflasi harga produsen disebabkan oleh penurunan harga komoditas internasional yang berkepanjangan, termasuk penurunan harga minyak dan batu bara.
Selain faktor ekonomi, ketidakpastian cuaca juga berpotensi mempengaruhi permintaan dan penawaran batu bara secara global. Meskipun Indonesia sudah memasuki akhir musim hujan, namun hujan masih sering terjadi, sehingga permintaan batu bara domestik juga mengalami pelemahan. Melemahnya harga komoditas energi, seperti penurunan harga minyak mentah Brent dan WTI, juga memberikan tekanan pada harga batu bara. Selain itu, harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) juga mengalami penurunan sebesar 9,7% pada hari kemarin.
Meskipun demikian, badai El Nino dan faktor cuaca lainnya dapat menjadi faktor penyelamat harga batu bara dalam jangka pendek. Gelombang panas di Spanyol, yang mencapai suhu 44 derajat Celsius, dapat meningkatkan permintaan akan pendingin ruangan. Ketidakpastian cuaca ini dapat menjadi faktor pendukung yang berpotensi menguatkan harga komoditas kembali.
Disclamer : keputusan pembelian /penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor