BeritaInvestor.id – Tantangan IHSG di Pertengahan Tahun 2025 Ketegangan geopolitik dan kebijakan Donald Trump mengenai tarif telah membawa dampak negatif pada pasar saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi acuan di pasar modal Indonesia mengalami penurunan yang signifikan, menjadi yang terlemah sejak Maret 2023. Sepanjang tahun 2025, IHSG tercatat turun 7,57%. Nilai rupiah terhadap dolar AS juga melemah 1,12%, memperparah kondisi IHSG. Dampak Global dari Kebijakan Tarif Kebijakan tarif yang diterapkan oleh Trump tidak hanya mempengaruhi IHSG, tetapi juga pasar saham di berbagai negara Asia, termasuk PSEI (Filipina), SETI (Thailand), KLCI (Malaysia), NIKKEI 225 (Tokyo), dan Shanghai Composite (China) yang semuanya mengalami tekanan. Namun, beberapa indeks seperti Kospi (Korea Selatan) dan Straits Times (Singapura) masih menunjukkan penguatan. Valuasi IHSG: Sudah Murah atau Masih Mahal? Dengan penurunan yang terjadi, banyak yang bertanya apakah valuasi IHSG kini sudah murah. Data dari Bloomberg menunjukkan bahwa pada 11 Februari 2025, rasio Price Earning Ratio (PER) IHSG berada di 11,95 kali dan Price Book Value (PBV) di 1,82 kali. Jika dibandingkan dengan bursa saham di Asia lainnya, IHSG masih dianggap lebih mahal, meskipun telah mengalami penurunan. Perbandingan Valuasi Dengan Bursa Lain Valuasi IHSG lebih tinggi dibandingkan dengan Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), KLCI (Malaysia), dan bursa lainnya di Asia dalam hal PBV dan PER. PER menunjukkan hubungan antara kapitalisasi pasar dan total laba, sedangkan PBV menunjukkan hubungan antara kapitalisasi pasar dan nilai buku ekuitas. Sebuah rasio di bawah 1 berarti lebih murah, sedangkan di atas 1 berarti lebih mahal. Ketidakpastian Menjelang Kebijakan Tarif Baru Dalam kondisi valuasi IHSG yang masih mahal, ketidakpastian pasar terus membayangi. Terbaru, Donald Trump mengumumkan penerapan tarif impor 25% untuk komoditas baja dan aluminium yang akan mulai berlaku pada 4 Maret. Analis memperingatkan bahwa perang tarif berpotensi memicu inflasi dan ketidakpastian yang akan mempengaruhi kebijakan moneter oleh The Fed. “Perang tarif adalah inflasi,” ujar Carsten Brzeski, Kepala Riset ING. Menurut Christian Floro dari Principal Asset Management, ketidakpastian kebijakan menjadi risiko terbesar bagi para investor.
Disclaimer: Keputusan pembelian / penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.