BeritaInvestor.id – PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mencatat kerugian yang semakin besar dalam laporan keuangan konsolidasi periode Januari-September 2024, dengan rugi bersih yang meningkat dari US$ 72,38 juta di tahun sebelumnya menjadi US$ 131,22 juta. Kenaikan ini terjadi meskipun pendapatan usaha naik sebesar 14,72%.
Menurut Bima Tesdayu, Treasury Management Group Head Garuda Indonesia, ada dua faktor utama yang berkontribusi terhadap penurunan kinerja laba bersih perseroan, yaitu biaya tinggi untuk aktivitas maintenance dan overhaul serta perubahan skema pembayaran sewa pesawat dari pay by the hour menjadi biaya tetap atau fixed lease cost.
Pengaruh Perawatan Besar-Besaran Terhadap Kinerja Keuangan
Kegiatan maintenance atau perawatan berkala merupakan prosedur untuk memastikan setiap pesawat beroperasi dengan aman melalui pemeriksaan dan penggantian komponen yang diperlukan. Sementara itu, overhaul adalah proses perawatan menyeluruh yang mencakup pemeriksaan, pembongkaran, perbaikan, dan perakitan ulang komponen pesawat. Garuda Indonesia mengalokasikan biaya yang cukup besar untuk aktivitas ini selama 2023 dan 2024 demi menjaga kualitas dan keamanan armadanya.
“Kami mengalami depresiasi yang cukup besar sejalan dengan aktifnya perawatan dan overhaul yang dilakukan selama 2023 dan 2024,” jelas Bima dalam paparan publik, Senin (11/11/2024).
Dampak Perubahan Skema Sewa Pesawat
Selain biaya perawatan yang tinggi, penurunan laba bersih Garuda juga disebabkan oleh perubahan skema pembayaran sewa pesawat berbadan besar dari sistem pay by the hour menjadi fixed lease cost. Perubahan ini mengakibatkan peningkatan biaya keuangan (financial charge) yang signifikan, yang turut memengaruhi rasio EBITDA terhadap laba bersih perseroan.
Kenaikan Pendapatan Usaha Garuda Indonesia
Di sisi lain, Garuda Indonesia mencatat kenaikan pendapatan usaha sebesar 14,72%, dari US$ 2,2 miliar menjadi US$ 2,56 miliar hingga September 2024, berkat perbaikan operasional dan peningkatan pasar. Peningkatan ini juga mendorong kenaikan profitabilitas GIAA pada EBITDA sebesar 11,26%, mencapai US$ 685 juta.
Pada Oktober 2024, Garuda mencatat kenaikan pendapatan bersih sebesar 16%, dari US$ 2,4 miliar menjadi US$ 2,8 miliar, dengan EBITDA yang meningkat 12,82% menjadi US$ 780 juta. Selain itu, hasil operasi perseroan pada Oktober 2024 menunjukkan peningkatan, dari US$ 249 juta di tahun sebelumnya menjadi US$ 310 juta.
Pemulihan Net Income dan Dampak Kesepakatan Ijarah
Meskipun sempat mencatat net income negatif sebesar US$ 82 juta, Garuda berhasil membalikkan keadaan menjadi positif US$ 18,11 juta pada Oktober 2024. Menurut Bima, keberhasilan ini salah satunya didukung oleh kesepakatan ijarah, yang melibatkan 10% dari armada Garuda.
“Hasil dari kesepakatan ijarah ini akan kami publikasikan di public expose insidentil yang akan segera dilaksanakan,” ujar Bima.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor