BeritaInvestor.id – Kondisi likuiditas perbankan di Indonesia saat ini menjadi perdebatan hangat di antara berbagai pihak, termasuk Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan para bankir. Pandangan yang berbeda mengenai kondisi likuiditas ini menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan pelaku pasar.
Pandangan OJK
OJK mencatat bahwa hingga Juni 2024, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan masih tertinggal jauh dibandingkan dengan pertumbuhan kredit. Kredit bank naik 12,36% yoy, sementara DPK hanya tumbuh sekitar 8% yoy. Hal ini menyebabkan tekanan likuiditas yang terlihat dari menurunnya rasio likuiditas bank. Menurut OJK, perlambatan pertumbuhan simpanan bank, terutama deposito, disebabkan oleh banyaknya alternatif instrumen penempatan dana.
“Dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan DPK, bank terpaksa melakukan penjualan surat berharga dan mengurangi alat likuid, sehingga rasio likuiditas bank mengalami penurunan,” ujar Dian dalam keterangannya, Kamis (18/7/2024).
Pandangan BI
BI menyatakan bahwa likuiditas perbankan per Juni 2024 masih memadai, tercermin dari rasio AL/DPK (Alat Likuid terhadap DPK) sebesar 25,36%. Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa likuiditas ditopang oleh beberapa faktor, termasuk:
- Insentif likuiditas sebesar Rp 205 triliun yang diberikan BI kepada bank yang aktif menyalurkan kredit ke sektor prioritas.
- Pertumbuhan DPK sebesar 8,45% yoy, menunjukkan kemampuan bank dalam menghimpun dana dari masyarakat.
- Aliran dana asing yang masuk ke Indonesia, menambah pasokan likuiditas di pasar keuangan.
Perry juga memastikan bahwa keberadaan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) tidak mengeringkan likuiditas bank dan tidak memicu fenomena crowding out.
Pandangan Bankir
Para bankir merasakan tekanan likuiditas yang nyata. Menurut mereka, beberapa faktor yang berkontribusi pada situasi ini meliputi:
- Penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga-harga barang dan pelemahan nilai tukar rupiah, yang mengurangi simpanan tabungan.
- Tren pergeseran dana dari deposito ke instrumen lain seperti SRBI yang menawarkan yield lebih tinggi dibandingkan deposito bank.
- Persaingan ketat dalam menarik dana, di mana bank-bank harus bersaing dengan berbagai instrumen investasi seperti SBN, SRBI, BPR, koperasi, dan fintech.
Jasmin, Direktur Distribution and Institutional Funding BTN, menyebutkan bahwa likuiditas perbankan memang cukup ketat, sementara Taswin Zakaria, mantan Presiden Direktur Maybank Indonesia, menyoroti bahwa daya beli masyarakat yang tergerus turut mempengaruhi simpanan tabungan.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor