BeritaInvestor.id – Laporan Bank Dunia memaparkan Indonesia kehilangan setoran pajak sebesar Rp 944 triliun selama periode 2016-2021. Selisih ini mencapai 6,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB), disebabkan oleh ketidakpatuhan pajak terutama dari ekonomi informal dan kebijakan insentif perusahaan.
Selisih Pajak Rp 944 T: Faktor Utamanya?
Penerimaan PPh Badan (Pajak Penghasilan Badan) dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) tercatat lebih rendah dari potensinya. Bank Dunia mengidentifikasi ekonomi informal sebagai penyebab dominan, menyumbang hingga 58% kerugian penerimaan pajak negara. Selain itu, insentif seperti pengenaan PPh Final yang kecil untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun dan tarif rendah bagi perusahaan berpendapatan kurang dari Rp 50 miliar menjadi pemicu ketidakpatuhan.
Pandemi Mempengaruhi Kepatuhan Pajak
Pada 2020, ketidakpatuhan melonjak karena pandemi Covid-19. Namun, situasi membaik pada 2021 dengan menyempitnya selisih pajak. Laporan menyoroti bahwa ambang batas pengenaan pajak yang terlalu tinggi membuat perusahaan kecil kurang diawasi, meningkatkan risiko penyuapan.
Rekomendasi Bank Dunia untuk Menutup Selisih
Bank Dunia menyarankan menurunkan ambang batas insentif PPh Badan dan PPN. Misalnya, dengan memperketat aturan laporan pajak bagi UMKM di bawah Rp 4,8 miliar, penerimaan pajak bisa ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan analisis bahwa Indonesia memiliki rasio ketidakpatuhan pajak lebih tinggi dibanding negara-negara berkembang lainnya.
Disclaimer: Keputusan pembelian / penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.