BeritaInvestor.id – Bank Dunia menyoroti masalah pajak Indonesia yang terkait dengan ekonomi bawah tanah. Laporan mereka menyebut kesenjangan kepatuhan pajak mencapai Rp548 triliun antara tahun 2016-2021, seiring aktivitas informal yang masih mendominasi.
Efisiensi Pajak Terkendala Ekonomi Bawah Tanah
Ekonomi bawah tanah atau kegiatan ekonomi tak terlaporkan menjadi penyebab utama rendahnya penerimaan pajak di Indonesia. Bank Dunia menyatakan, rasio pendapatan PPN dan PPh terhadap PDB jauh lebih rendah dibanding negara tetangga dengan kondisi ekonomi serupa. Hal ini menunjukkan kurangnya efektivitas sistem pemungutan pajak di Indonesia.
Kesenjangan Kepatuhan Capai Rp548 Triliun
Laporan Bank Dunia memperkirakan kesenjangan kepatuhan pajak rata-rata sebesar Rp548 triliun antara 2016-2021. Angka ini terdiri dari defisit PPN Rp387 triliun dan PPh Badan Rp161 triliun. Selisih ini dihitung sebagai selisih antara realisasi pajak vs potensi penerimaan maksimal.
Ekonomi Bawah Tanah 21,8% PDB pada 2015
Studi Medina & Schneider (2018) mengungkap ekonomi bawah tanah Indonesia menyentuh 21,8% dari PDB tahun 2015. Sementara studi Marhamah & Zulaikha (2020) mencatat tren menurun menjadi rata-rata 17,6% antara 2016-2019. Bank Dunia juga menyebut selisih penerimaan pajak sebesar Rp944 triliun atau 6,4% PDB pada periode tersebut.
Disclaimer: Keputusan pembelian / penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.