BeritaInvestor.id – Pengadilan Negeri Semarang telah menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex pailit, dengan total liabilitas mencapai US$1,6 miliar atau sekitar Rp25,01 triliun per semester I-2024. Dari total tersebut, utang bank jangka panjang menjadi beban terbesar, yaitu sebesar US$809,99 juta atau sekitar Rp12,66 triliun. Setidaknya ada 28 bank kreditur yang terdampak, termasuk PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Permata Tbk (BNLI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN).
Langkah BCA sebagai Kreditur Terbesar
BCA, sebagai kreditur terbesar, memiliki eksposur utang sebesar US$71,3 juta atau sekitar Rp1,11 triliun, serta tambahan utang jangka pendek sebesar US$11,37 juta. EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyatakan bahwa pihaknya menghormati putusan pengadilan niaga dan menghargai upaya Sritex untuk mengajukan kasasi. BCA juga terbuka untuk bekerja sama dengan para pemangku kepentingan, termasuk kurator yang ditunjuk oleh pengadilan untuk mencari solusi terbaik bagi semua kreditur.
Menurut Hera, rasio kredit dalam risiko atau loan at risk (LAR) BCA berada di posisi 6,1% pada sembilan bulan pertama 2024, menurun dari 7,9% pada periode yang sama tahun lalu. Rasio non-performing loan (NPL) juga terjaga pada tingkat 2,1%, dengan pencadangan LAR sebesar 73,5% dan NPL sebesar 193,9%.
Sikap Permata Bank Menghadapi Kepailitan Sritex
PT Bank Permata Tbk., yang dimiliki Bangkok Bank, memiliki tagihan sebesar US$37,9 juta atau sekitar Rp598,04 miliar. Direktur Utama Permata Bank, Meliza, menyatakan bahwa pihaknya akan terus memantau perkembangan dan siap mengambil langkah antisipasi. Permata Bank menekankan komitmennya untuk mematuhi prosedur hukum dan menjaga komunikasi dengan para pemangku kepentingan.
BNI: Langkah Antisipasi dan Koordinasi dengan Pemerintah
BNI, sebagai satu-satunya bank pelat merah yang menjadi kreditur Sritex, memiliki piutang sebesar US$23,8 juta atau sekitar Rp374,8 miliar. Corporate Secretary BNI, Okki Rushartomo, menyatakan bahwa BNI akan terus memantau perkembangan proses kasasi dan bekerja sama dengan pemerintah serta pihak terkait, termasuk Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. Okki mengungkapkan bahwa rasio loan at risk (LAR) BNI turun dari 14,4% menjadi 11,8% hingga September 2024 secara tahunan, sementara rasio NPL turun menjadi 2% dari sebelumnya 2,3%.
Bank Danamon: Transparansi dan Koordinasi Terbuka
Bank Danamon, yang sebagian sahamnya dimiliki oleh MUFG Jepang, juga memiliki piutang sebesar US$4,51 juta atau sekitar Rp71,11 miliar. Direktur Kredit Bank Danamon, Dadi Budiana, menekankan pentingnya mematuhi proses hukum sambil menjaga komunikasi terbuka dengan semua pihak yang terkait. Bank Danamon memastikan bahwa pencadangan di posisi yang memadai, dengan rasio pencadangan kredit dalam risiko LAR coverage sebesar 48% dan NPL coverage mencapai 272% per September 2024.
Respons dan Langkah Ke Depan
Para bank besar ini menunjukkan kesiapannya dalam menghadapi risiko yang timbul akibat kepailitan Sritex. Mereka berkomitmen untuk mendukung proses hukum yang sedang berjalan serta menjaga komunikasi terbuka dengan Sritex dan para pemangku kepentingan. Langkah-langkah yang diambil bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah serta menjaga stabilitas keuangan bank dalam menghadapi tantangan yang muncul dari kepailitan perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara ini.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor