BeritaInvestor.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kenaikan rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing (NPF) di sektor multifinance pada tahun ini. Hingga April 2024, rasio NPF gross mencapai 2,82%, mengalami kenaikan sebesar 35 basis poin (bps) secara tahunan. Dibandingkan dengan Desember 2023, rasio NPF naik 38 bps.
Peningkatan NPF dan Faktor Penyebab
Rasio NPF net per April 2024 juga naik, yakni sebesar 20 bps menjadi 0,89%, meningkat 25 bps dibandingkan dengan Desember 2023. Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, dan Lembaga Keuangan Mikro OJK, Ahmad Nasrullah, menjelaskan bahwa peningkatan biaya hidup menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi kenaikan NPF. “Saat ini kemampuan debitur berkurang karena peningkatan biaya hidup. Jadi untuk bayar cicilan mereka tidak kuat,” ungkap Ahmad dalam FGD OJK bersama Redaktur Media Massa, Rabu (12/6/2024).
Kredit Bermasalah Setelah Idulfitri
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, Agusman, memperingatkan bahwa kredit bermasalah atau NPF cenderung meningkat setelah periode Idulfitri. Pembiayaan selama bulan Ramadan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan bulan lainnya karena konsumsi masyarakat meningkat, termasuk kebutuhan kendaraan bermotor. Namun, setelah Idulfitri, NPF di industri multifinance biasanya mengalami peningkatan.
Pertumbuhan Piutang Pembiayaan
OJK melaporkan bahwa piutang pembiayaan multifinance per April 2024 naik 10,82% secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp 486,35 triliun. Namun, pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan dengan April 2023 yang mencatat kenaikan sebesar 15,13% yoy menjadi Rp 435,85 triliun. Jika dibandingkan dengan Desember 2023, pertumbuhan piutang juga lebih rendah, dimana pada akhir tahun lalu piutang pembiayaan naik 13,23% yoy dan Desember 2022 naik 14,18% yoy.
Daya Beli Kelas Menengah Tertekan
Secara terpisah, ekonom senior dan mantan Menteri Keuangan, Muhamad Chatib Basri, menyampaikan pandangannya mengenai kondisi ekonomi kelas menengah di Indonesia yang mulai tertekan. Penurunan penjualan barang-barang tahan lama (durable goods) seperti motor dan mobil pada awal tahun ini menjadi perhatian khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Saya sudah sampaikan concern saya mengenai tekanan terhadap daya beli kelas menengah. Tampaknya concern saya mulai terlihat,” ujar Chatib Basri dikutip dari akun X @ChatibBasri, Selasa (26/3/2024).
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor