BeritaInvestor.id – Ketegangan geopolitik di Timur Tengah telah berdampak signifikan terhadap pasar modal Indonesia, menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus merosot. IHSG mengalami penurunan dari level 7.286 sebelum libur Lebaran ke 7.164 setelah Lebaran, dan hingga penutupan perdagangan pada Selasa, 14 Mei 2024, turun lebih lanjut ke 7.083.
Dampak Terhadap Rupiah dan Saham
Pasca serangan balik Iran ke Israel, nilai tukar rupiah juga terpuruk hingga menembus Rp16.170 pada perdagangan perdana setelah libur panjang Lebaran. Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah Redjalam, mengatakan bahwa pelemahan rupiah mengikuti tren pelemahan mata uang negara-negara berkembang di tengah ketidakpastian global yang mencapai puncaknya.
Saham-saham berfundamental bagus yang mengalami kenaikan sejak akhir tahun 2023 dan terbang tinggi selama Februari dan Maret 2024, langsung anjlok akibat meningkatnya ketidakpastian. Begitu pula saham-saham non-bank berkapitalisasi besar. “Faktor Timur Tengah telah membuat saham-saham berguguran, tidak hanya saham medioker tetapi juga saham-saham berkapitalisasi besar penopang indeks lintas sektor seperti perbankan, energi, manufaktur, dan telekomunikasi,” kata Piter Abdullah kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 14 Mei 2024.
Contoh Kasus: Saham Perbankan
Saham BCA, misalnya, yang sebelum libur Lebaran sempat menembus angka Rp10.325 per saham, jatuh ke harga Rp9.475 pasca serangan Iran ke Israel pada 16 April, dan mencapai harga terendah Rp9.350 pada tanggal 22 April. Hal yang sama terjadi pada saham bank lainnya, seperti Bank Mandiri. Padahal, kinerja fundamental emiten-emiten tersebut sangat baik selama triwulan I-2024. Bank BCA mencatatkan keuntungan Rp12,9 triliun selama triwulan I-2024, naik 11,7% year-on-year (yoy). Bank Mandiri mencatat laba Rp12,7 triliun (naik 1,13% yoy), Bank BRI mencatat laba Rp15,88 triliun (naik 2,45% yoy), dan Bank BNI mencatat laba Rp5,33 triliun (naik 2% yoy). “Artinya, penurunan harga saham sama sekali tidak berhubungan dengan kinerja keuangan perusahaan (emiten),” jelas Piter.
Tekanan pada Saham Emiten Non-Perbankan
Harga saham emiten non-perbankan juga mengalami tekanan. Pada triwulan I-2024, Telkom mencatatkan pendapatan sebesar Rp37,4 triliun atau tumbuh 3,7% yoy. EBITDA Telkom tumbuh sebesar 2,2% yoy menjadi Rp19,4 triliun dengan laba bersih mencapai Rp6,1 triliun. Kinerja Telkom didukung oleh kinerja anak-anak perusahaannya, dengan Telkomsel masih menjadi kontributor terbesar pendapatan Telkom. Menurut Piter Abdullah, sektor telekomunikasi justru mengalami proses disruptif yang menuntut respons cepat dan tepat. “Kegagalan menyusun langkah-langkah transformasi bisa berdampak fatal bagi keberlangsungan perusahaan,” ujarnya.
Selain itu, saham Astra (ASII) turun hingga 9,75% pada perdagangan 14 Mei. Dalam periode year-to-date (ytd), saham ini anjlok 19,65%.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor