Indonesia memiliki potensi panas bumi yang besar, bahkan menjadi nomor tiga terbesar di dunia. Namun, pemanfaatannya masih minim, hanya sekitar 2,5% dari potensinya.
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan ada beberapa faktor yang menghambat pemanfaatan panas bumi di Indonesia. Salah satunya adalah infrastruktur yang masih terbatas.
“Ketersediaan infrastruktur masih terbatas, baik dari sisi pembangkitan, transmisi, maupun distribusi,” kata Fahmy kepada CNBC Indonesia, Senin (27/11/2023).
Selain itu, pendanaan juga menjadi tantangan bagi para pelaku industri untuk memanfaatkan panas bumi. Pasalnya, pembangunan pembangkit panas bumi membutuhkan biaya yang cukup besar.
“Dana yang dibutuhkan untuk pengembangan geothermal cukup besar, sehingga diperlukan dukungan dari pemerintah,” kata Fahmy.
Faktor lain yang menghambat pemanfaatan panas bumi adalah perizinan yang masih berbelit-belit. Hal ini membuat para investor enggan untuk berinvestasi di sektor panas bumi.
“Perizinan masih menjadi kendala. Investor masih merasa kesulitan untuk mendapatkan izin,” kata Fahmy.
Oleh karena itu, Fahmy menilai dibutuhkan peran dari pemerintah untuk mendorong pemanfaatan panas bumi di Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan memberikan insentif fiskal bagi para investor yang masuk ke pengembangan geothermal.
“Pemerintah perlu memberikan insentif fiskal, seperti pembebasan pajak, untuk menarik investor,” kata Fahmy.
Selain itu, pemerintah juga perlu menyiapkan infrastruktur yang memadai sehingga upaya eksploitasi sumber panas bumi akan lebih mudah dilakukan. Di samping itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga perlu memberikan kemudahan dalam hal perizinan.
“Saya kira selama ada komitmen dari semua pihak terkait, maka kita yakin mestinya bisa (memanfaatkan geothermal) secara geologis potensinya besar,” kata Fahmy.