BeritaInvestor.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mencatat sejarah positif dalam hubungan bilateral dengan Amerika Serikat (AS). Pasca pertemuan dengan Presiden Joe Biden di Gedung Putih, Washington DC, Indonesia dan AS menyepakati kerja sama bisnis senilai US$ 25,85 miliar atau sekitar Rp 400,98 triliun, dengan kurs Rp 15.512 per US$1.
Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, kesepakatan bisnis tersebut mencakup investasi dalam pembangunan carbon capture storage, kilang petrokimia, pengolahan nikel baterai kendaraan elektronik, dan pembangunan modul serta panel surya.
Presiden Jokowi dan Presiden Biden menandatangani enam dokumen kerja sama bilateral, termasuk pembentukan Comprehensive Strategic Partnership, kerja sama di bidang kesehatan, maritim, kebudayaan, energi, dan sumber daya mineral. Transformasi hubungan bilateral dari strategic partnership menjadi comprehensive strategic partnership diharapkan akan memperkuat kerja sama ekonomi kedua negara.
Ke depan, rencana kerja akan dibentuk menuju pembentukan critical mineral agreement, membuka peluang bagi Indonesia sebagai pemasok baterai kendaraan listrik di AS secara berkelanjutan.
Selain itu, implementasi Just Energy Transition Partnership (JETP) diakui sebagai langkah penting. Presiden Jokowi menekankan dukungan AS dalam mempercepat transisi energi di Indonesia, termasuk program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dan pengembangan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan.
Indonesia juga terpilih sebagai mitra International Technology Security and Innovation Fund dari AS, membuka peluang penguatan rantai pasok semi konduktor.
Kerja sama ini memberikan dampak positif pada perusahaan Indonesia, terutama yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Investasi pembangunan carbon capture storage menjadi peluang bagi perusahaan, seperti PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), PT Arkora Hydro Tbk (ARKO), dan PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC).
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor