BeritaInvestor.id – Nilai tukar rupiah menjadi fokus perhatian dalam sebulan terakhir, mengalami pergerakan yang cukup dinamis. Meskipun sempat mengalami pelemahan yang signifikan hingga mendekati level Rp16.000 per dolar AS, rupiah akhirnya berhasil membalik arah dan menguat.
“Dalam situasi yang cukup tegang,” ujar Ramdan Denny Prakoso, Direktur Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) Bank Indonesia, memberikan pandangan pada situasi ini saat berbicara dengan media di Raja Ampat.
Pelemahan rupiah utamanya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS), di mana inflasi tinggi diperkirakan akan mendorong kenaikan suku bunga acuan. Hal ini menciptakan ketegangan, terutama pada pasar keuangan global.
Antara tanggal 23 Oktober hingga 1 November 2023, dolar AS berada dalam kisaran Rp15.845 – Rp15.930. Spekulasi muncul, memperkirakan dolar AS akan menyentuh level Rp16.000, seiring dengan arus modal keluar dari Indonesia (outflow).
Situasi outflow ini memicu penundaan penjualan dari pihak eksportir dan percepatan pembelian dari importir. Eksportir menahan pasokan dolar dengan harapan dapat menjualnya pada level di atas Rp16.000, sementara importir khawatir akan kenaikan harga dolar dan berusaha membeli lebih cepat.
Bank Indonesia (BI) turut berperan dalam mengelola situasi ini dengan menjaga komunikasi yang baik di pasar, menjelaskan kondisi fundamental Indonesia yang kuat, dan memberikan kepastian bahwa permintaan dolar AS dapat terpenuhi.
Ramdan menekankan bahwa BI memiliki cadangan devisa yang cukup untuk melakukan intervensi, namun, hal ini dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan mekanisme pasar. Selain itu, BI terus berinovasi dengan menerbitkan instrumen baru, seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan instrumen lainnya pada tahun 2023.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor