BeritaInvestor.id – Krisis kepemilikan rumah di Indonesia semakin mendalam, dengan jumlah backlog perumahan yang mencapai sekitar 12,7 juta unit. Ini merupakan sebuah permasalahan serius yang menuntut perhatian serius dari pemerintah. Pengamat Properti, Panangian Simanungkalit, menyoroti perlunya penerbitan undang-undang yang mendukung sektor perumahan, semisal Mortgage Banking atau Pembiayaan Perumahan.
Pada tahun 1950, Wakil Presiden pertama Indonesia, Mohammad Hatta, memproyeksikan bahwa Indonesia akan merdeka dari masalah kepemilikan rumah dalam 50 tahun ke depan, pada tahun 2000. Namun, kenyataannya adalah bahwa masalah kekurangan rumah di Indonesia terus meningkat, yang semula sekitar 5,3 juta unit kini melonjak menjadi 12,7 juta unit.
Untuk mengatasi ketidakseimbangan yang semakin parah dalam kepemilikan rumah, langkah konkret dari pemerintah adalah mendesak. Salah satunya adalah melalui penerbitan Undang-Undang Mortgage Banking. Simanungkalit mengusulkan ide pembentukan undang-undang baru dalam dunia perbankan yang mencakup sektor perumahan, baik syariah maupun konvensional.
“Kehadiran UU ini seharusnya menjadi alat bantu pemerintah dalam mewujudkan program rumah rakyat,” jelas Simanungkalit.
Sejarah menunjukkan bahwa pada akhir masa pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia berhasil membiayai sekitar 200.000 unit Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dalam setahun. Sayangnya, angka tersebut merosot hingga mencapai hanya 40.000 unit per tahun selama krisis ekonomi. Namun, saat ini, dengan Program Satu Juta Rumah yang digulirkan oleh Presiden Joko Widodo, penyaluran KPR telah meningkat kembali ke angka 200.000 unit per tahun.
Menurut Simanungkalit, Undang-Undang Mortgage Banking adalah solusi mendesak mengingat tingginya backlog perumahan dan target untuk mengalokasikan hingga 1,3 juta KPR demi mencapai nol backlog pada tahun 2045.
Keberpihakan pemerintah pada sektor perumahan tidak hanya diperlukan untuk mengatasi krisis perumahan tetapi juga untuk mendukung ekonomi nasional secara keseluruhan. Sektor perumahan secara langsung terkait dengan sekitar 180 subsektor lainnya. “Kontribusi sektor perumahan terhadap ekonomi nasional saat ini hanya sekitar 2%. Bayangkan apa yang dapat dicapai jika presentase tersebut ditingkatkan,” ujar Simanungkalit.
Mengesampingkan undang-undang ini hanya akan memberikan dampak lebih buruk pada ketidaksetaraan perumahan dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, undang-undang ini sangat diperlukan untuk memberikan dorongan yang dibutuhkan dalam memecahkan krisis perumahan dan mendukung impian masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah layak huni.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor