BeritaInvestor.id – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat selama dua hari terakhir tetap bertahan di sekitar level Rp 15.600. Meskipun mengalami fluktuasi, rupiah berhasil menguat 0,10% terhadap dolar AS, dengan penutupan pada level Rp 15.610/US$. Kendati demikian, level tersebut masih berpotensi memberikan tekanan pada industri dalam negeri yang sangat bergantung pada impor bahan baku, serta harga pangan yang diimpor dari luar negeri.
Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menyatakan bahwa pelemahan rupiah dalam beberapa hari terakhir dapat berdampak negatif pada kinerja pelaku usaha yang bergantung pada bahan baku impor. Sektor-sektor yang paling rentan terdampak adalah industri makanan dan minuman, farmasi, elektronik, dan tekstil, terutama jika bahan bakunya banyak diimpor seperti gandum, gula, dan kedelai.
Josua juga mengingatkan bahwa pelemahan rupiah dapat mendorong tekanan inflasi, terutama jika pemerintah meningkatkan impor pangan strategis. Hal ini berpotensi mengurangi daya beli masyarakat dan tingkat konsumsi.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hingga September 2023 mencatat bahwa inflasi pangan atau harga pangan yang bergejolak telah mencapai 3,62% secara tahunan, meningkat dari tingkat Agustus 2023 sebesar 2,42%. Meskipun demikian, angka ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan tingkat inflasi pangan pada Februari 2023 yang mencapai 7,62%.
Di sisi lain, Kepala Ekonom BCA, David Sumual, menganggap bahwa pelemahan rupiah belakangan ini memiliki dampak positif dalam pengendalian impor. Terutama, hal ini dapat mengurangi aliran barang impor dari China, yang selama ini dianggap mengganggu iklim bisnis di Indonesia. Selain itu, tekanan inflasi akibat impor masih berada dalam zona negatif.
Dengan demikian, meskipun pelemahan rupiah akan memengaruhi sektor manufaktur yang mengimpor sebagian besar bahan bakunya, dampaknya mungkin tidak terlalu signifikan. David menegaskan bahwa pelemahan rupiah yang masih sesuai dengan fundamentalnya dipengaruhi oleh faktor seperti harga minyak dan kebijakan suku bunga bank sentral AS, Federal Reserve.
Perlu diingat bahwa pergerakan dolar yang kuat terhadap sebagian besar pasar negara berkembang saat ini bersifat sementara dan dipengaruhi oleh faktor seperti situasi China, khususnya sektor propertinya, dan potensi kenaikan suku bunga The Federal Reserve.
Disclaimer : Artikel ini hanya bersifat informasional dan tidak mengandung rekomendasi investasi.