Berita Investor
No Result
View All Result
  • Home
  • Ekonomi
  • Emiten
  • Regulator
Berita Investor
  • Home
  • Ekonomi
  • Emiten
  • Regulator
No Result
View All Result
Berita Investor
No Result
View All Result

Pelemahan Rupiah Dipicu Oleh Sentimen The Fed

by Tim Redaksi
4, October, 2023
in Ekonomi
0
Pelemahan Rupiah Dipicu Oleh Sentimen The Fed
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

BeritaInvestor.id – Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, mengungkapkan faktor-faktor yang memengaruhi pelemahan rupiah dalam beberapa hari terakhir. Menurutnya, rupiah yang terus berada di atas level Rp 15.600 per dolar Amerika Serikat dipicu oleh sentimen seputar suku bunga The Fed yang diperkirakan akan tetap tinggi.

Sentimen di kalangan pelaku pasar muncul setelah perubahan arah kebijakan moneter The Fed. Saat rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada September 2023, The Fed awalnya memberikan isyarat akan kembali mengambil kebijakan moneter longgar (dovish) karena penurunan inflasi. Namun, kemudian The Fed mengindikasikan kebijakan yang lebih ketat (hawkish) karena inflasi yang tetap tinggi.

Destry menjelaskan, “Tiba-tiba dua hari yang lalu salah satu anggota dewan The Fed menyatakan bahwa inflasi masih tinggi. Kami melihat bahwa The Fed mungkin perlu mempertahankan suku bunga tinggi dalam jangka waktu yang lama.”

Perubahan arah kebijakan The Fed ini disebabkan oleh tanda-tanda bahwa inflasi masih akan tetap tinggi, terutama karena kenaikan harga minyak dan tingginya tawaran upah, terutama di sektor jasa yang sedang berkembang di Amerika Serikat karena keterbatasan tenaga kerja.

Baca:

Pertamina Drilling Gencar Bor Migas di Kaltara untuk Tingkatkan Produksi Nasional

Kemendag Evaluasi Regulasi dan Kolaborasi Mitigasi Krisis Ritel

Dampaknya, banyak pelaku pasar yang memperkirakan bahwa The Fed akan terus meningkatkan Fed Fund Rate di masa mendatang. Bagi Indonesia, situasi ini menjadi semakin rumit karena jika The Fed benar-benar menaikkan suku bunga Fed Fund Rate sebesar 25 basis poin pada November 2023, akan setara dengan BI Rate sebesar 5,75%.

“Gara-gara itu, semuanya menjadi cemas dan panik. Akibatnya, indeks dolar (DXY) naik sebesar 107, yang lebih buruk lagi, yield obligasi US Treasury 10 tahun mencapai 4,7%, yang merupakan level tertinggi sejak tahun 2007. Apa yang terjadi? Pasar kita ikut terpengaruh, sehingga yield obligasi kita juga naik, dan rupiah kita mulai tertekan,” tegas Destry.

Sementara dari segi domestik, Destry mengklaim bahwa tidak ada masalah yang dapat memengaruhi sentimen pelaku pasar keuangan hingga membuat rupiah terus tertekan. Dia mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia masih solid, tumbuh sebesar 5,17% pada kuartal II-2023.

“Ini adalah situasi global. Sebenarnya, di dalam negeri semuanya baik-baik saja. Pertumbuhan ekonomi kita masih dapat dipertahankan di level 5%, dan kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan berada dalam kisaran 4,7 hingga 5,3%. Dengan demikian, pertumbuhan sekitar 5 persen masih bisa dicapai,” tambahnya.

Menurut Destry, Bank Indonesia memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan lebih cepat dengan memanfaatkan kapasitas ekonomi domestik yang kuat. Meskipun ada ketidakpastian dan pelemahan ekonomi global, pertumbuhan kredit hingga bulan Agustus sudah mencapai 9%.

“Kami memiliki ekonomi domestik yang kuat, dengan konsumsi dan investasi yang menyumbang sekitar 90% dari PDB. Selain itu, belanja pemerintah juga mulai meningkat di kuartal III, dan kuartal IV akan lebih baik, seperti biasanya. Biasanya, semester II lebih baik daripada semester I,” ujar Destry.

Oleh karena itu, BI berkomitmen untuk terus mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan bauran kebijakan atau kebijakan makroprudensial yang tepat, serta menggabungkan kebijakan moneter dan makroprudensial hingga sistem pembayaran.

Destry menekankan bahwa untuk saat ini, tingkat BI-7 day reverse repo rate di level 5,75% sudah cukup untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi ke depan.

“Kami di bank sentral sadar tentang pertumbuhan 5%. Kami tidak bisa terlalu puas, harus tetap waspada terhadap gejolak dan ketidakpastian. Oleh karena itu, dalam membuat kebijakan, tidaklah mudah jika kita hanya menggunakan satu alat seperti yang biasanya dilakukan di negara-negara maju, yaitu suku bunga,” pungkas Destry.

Disclaimer : Artikel ini hanya bersifat informasional dan tidak mengandung rekomendasi investasi.

Tags: BeritaInvestor.idIDR USDThe Fed
Previous Post

Pengendali TAYS Jual 14,99% Saham ke Investor Jepang

Next Post

Pemerintah Dorong Pertumbuhan KPR melalui Insentif Dari BI

Next Post
Pemerintah Dorong Pertumbuhan KPR melalui Insentif Dari BI

Pemerintah Dorong Pertumbuhan KPR melalui Insentif Dari BI

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Home
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer

Hak Cipta © 2023 - Berita Investor

No Result
View All Result
  • Home
  • Ekonomi
  • Emiten
  • Regulator

Hak Cipta © 2023 - Berita Investor