BeritaInvestor.id – Pada sesi perdagangan pertama Rabu, 14 Oktober 2023, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam hingga mencapai 1%. Sentimen negatif dari pasar global turut berkontribusi terhadap penurunan ini.
Pukul 09:32 WIB, IHSG tercatat mengalami penurunan sebesar 1,05% ke level 6.868,15. Pada awal perdagangan, IHSG bahkan sempat mencapai level psikologis 6.800.
Transaksi pada sesi pertama hari ini mencapai nilai sekitar Rp 2,5 triliun, melibatkan 6 miliar saham yang diperdagangkan sebanyak 315.639 kali. Dalam sesi tersebut, terdapat 99 saham yang mengalami kenaikan, sementara 395 saham mengalami penurunan, dan 173 saham stagnan.
Sektor bahan baku menjadi salah satu penyebab penurunan indeks pada pagi ini dengan penurunan sebesar 2,19%.
Kondisi negatif ini dipengaruhi oleh pergerakan di Amerika Serikat (AS), di mana kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) kembali menciptakan kekhawatiran di pasar global dan menekan harga saham.
Yield Treasury dengan tenor acuan 10 tahun mengalami kenaikan sebesar 19 basis poin (bp), mencapai 4,821%, hampir menyentuh level 5%. Ini merupakan level tertinggi sejak tahun 2007.
Kenaikan yield Treasury yang berkelanjutan menimbulkan kekhawatiran bahwa era suku bunga tinggi belum berakhir, yang berpotensi berdampak negatif pada dunia usaha dan konsumen. Meskipun Presiden The Fed Atlanta, Raphael Bostic, menyatakan tidak ada urgensi dalam menaikkan suku bunga kebijakan, Presiden The Fed Cleveland, Loretta Mester, justru terbuka untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Ekspektasi pasar mengenai kebijakan ketat The Fed semakin kuat, dengan sekitar 30,9% pelaku pasar memprediksi kenaikan suku bunga sebesar 25 bp pada pertemuan November, angka yang meningkat dari pekan sebelumnya yang hanya 14%.
Di sisi lain, lonjakan tak terduga dalam lowongan pekerjaan AS pada bulan Agustus menjadi sumber kekhawatiran tambahan tentang ketatnya pasar tenaga kerja. Hal ini menjadi faktor penting yang dapat mempengaruhi kebijakan The Fed, terutama menjelang laporan tenaga kerja bulanan AS yang akan dirilis pada Jumat pekan ini.
Jika data tenaga kerja AS tetap kuat, maka kemungkinan The Fed tidak akan mengubah kebijakan menjadi lebih akomodatif. Terlebih lagi, jika inflasi AS masih jauh dari target The Fed sebesar 2%, maka bank sentral akan tetap mempertahankan sikap hawkishnya.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor