BeritaInvestor.id – Dalam perdagangan hari ini, mayoritas mata uang di seluruh dunia mengalami tekanan dan harus menghadapi dominasi dolar Amerika Serikat (AS), dan rupiah tidak terkecuali. Refinitiv mencatat bahwa rupiah ditutup pada angka Rp15.485 per dolar AS, mengalami pelemahan sebesar 0,58%. Bahkan, dalam beberapa momen perdagangan, rupiah bahkan menyentuh level Rp15.500 per dolar AS. Ini adalah level terendah yang dicapai oleh rupiah sejak 10 Januari 2023, atau sekitar delapan bulan yang lalu.
Menurut Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto, pelemahan rupiah memiliki beberapa penyebab, termasuk faktor global dan repatriasi deviden. Dari perspektif global, pelaku pasar masih merasakan ketidakpastian terkait kebijakan bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (Fed). Suku bunga acuan AS masih berpotensi naik satu kali lagi hingga akhir tahun.
Langkah ini diambil oleh The Fed untuk mencapai target inflasi AS sebesar 2%. Pada Agustus 2023, AS mencatatkan tingkat inflasi sebesar 3,7% secara tahunan (year-on-year/yoy), naik dari tingkat inflasi bulan sebelumnya sebesar 3,2% yoy.
“Hari ini hampir seluruh mata uang Asia mengalami pelemahan terhadap USD, dan bahkan tidak hanya mata uang Asia, tetapi hampir semua mata uang G-10 juga mengalami pelemahan terhadap dolar AS,” jelas Edi.
Selain itu, pelemahan ekonomi China, Eropa, dan Jepang juga berkontribusi pada sentimen negatif di kalangan investor. “Apa yang terjadi di Eropa, China, dan Jepang turut mendorong penguatan dolar AS,” tambahnya.
Di dalam negeri, ada aktivitas repatriasi dividen dari sejumlah perusahaan. Edi menyatakan bahwa jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan bulan sebelumnya, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan Mei 2023.
“Akhir bulan ini ada kebutuhan akan dolar AS, khususnya untuk repatriasi, ini juga memengaruhi pelemahan rupiah,” tegas Edi.
Ekonom Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro, menambahkan bahwa pencairan dividen terjadi setiap tahun pada bulan Mei dan September. Bulan Mei untuk dividen pertengahan tahun, sementara September untuk dividen sepanjang tahun.
Permintaan terhadap dolar AS di dalam negeri akan meningkat 1-2 bulan sebelum pencairan dividen. Ini juga menjadi salah satu alasan mengapa rupiah mengalami tren pelemahan hingga saat ini, selain pengaruh sentimen global.
Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa pelemahan ini bersifat sementara. Perbaikan fundamental ekonomi dalam negeri diharapkan akan mendorong penguatan rupiah di masa mendatang. “BI terus mengawasi dan berada di pasar untuk memastikan keseimbangan antara pasokan dan permintaan valas tetap terjaga,” tambah Edi.
Disclaimer : Artikel ini hanya bersifat informasional dan tidak mengandung rekomendasi investasi.